CRITICAL
BOOK REVIEW
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
BAB I DAN
BAB II
OLEH :
KELOMPOK 1
INDAH
PUTRI WIRAWAN
JEPRI
SIMANULANG
KHAIRUN
NISA SIREGAR
MELIDA
FITRI SIREGAR
MIA TUMIAR
SINAGA
MITRA
AHMADI LUBIS
NAOMI
JULIANA TAMPUBOLON
Kelas B
Reguler

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah memberikan kami
kesempatan untuk menyelesaikan laporan critical
book review kami pada dua bab yaitu bab pertama dan bab kedua dari buku
pegangan mahasiswa. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Ivo
Selvia Agustin S.E., M.Pd. yang telah mempercayakan tugas ini kepada kami.
Kami
sangat memahami bahwa laporan yang telah kami susun ini memiliki banyak
kekurangan, oleh karena itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya atas
kekurangan yang ada di dalam laporan ini. Dan kami akan terus berusaha untuk
memperbaiki penyajian isi dan kualitas isi laporan kami kedepannya.
Demikian
kata pengantar yang bisa kami sampaikan, atas kekurangannya kami ucapkan
permohonan maaf yang sedalam-dalamnya dan berterimakasih yang sebesar-besarnya
atas perhatian ibu.
Medan, Mei
2017
Kelompok 1
BAB 1
ARTI
DAN RUANG LINGKUP PERENCANAAN WILAYAH
A.
APAKAH
YANG DIMAKSUD DENGAN PERENCANAAN
Terdapat
banyak defenisi perencanaan yang terlihat beda dengan buku teks yang satu
dengan yang lainnya. Namun dalam defenisi yang sangat sederhana mengatakan
bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Defenisi tersebut cocok untuk
perencanaan sederhana yang tujuannya dapat ditetapkan dengan mudah dan tidak
terdapat batas yang berarti untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada
tingkatan berikutnya kita melihat ada faktor pembatas dalam mencapai tujuan
tersebut. Misalnya dana yang tersedia sudah tertentu dan ruangan yang tersedia
juga terbatas. Pada tingkatan ini perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu
cara dalam menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor
pembatas dalam mencapai tujuan tersebut memilih serta menetapkan
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tahap ini pun perencanaan
masih termasuk kedalam kategori yang sederhana.
Kesulitan
berikutnya dalam perencanaan adalah apabila ada faktor luar yang berpengaruh
dalam pencapaian tujuan tersebut baik yang bersifat eksternal maupun internal.
Dalam tahap ini perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
menetapkan suatu tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh
eksternal, memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tersebut. Defenisi tersebut pun belum termasuk kedalam perencanaan yang rumit.
Dari
berbagai perumusan diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari perencanan adalah
menetapkan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tersebut. Menurut Friedman perencanaan adalah cara berpikir mengatasi
permasalahan sosial dan ekonomi untuk menghasilkan sesuatu dimasa depan.
Sementara menurut Conyers&Hills, perencanaan adalah suatu proses yang
berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan
tertentu pada masa yang akan datang. Dari berbagai pengertian diatas dapat
dikataka bahwa perencanaan dibagi atas dua versi, yaitu versi melihat
perencanaan sebagai suatu teknik atau profesi yang membutuhkan keahlian dan
satu lagi melihat perencanaan sebagai kegiatan kolektif yang harus melibatkan
seluruh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
B.
KAITAN
PERENCANAAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Perencanaan
adalah bagian dari pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah memilih
tindakan untuk menyelesaikan permasalahan. Pengambilan keputusan yang
bersangkut paut dengan kebutuhan sesaat atau jangka pendek tidak termasuk
kategori perencanaan. Ada juga pengambilan keputusan yang memiliki dampak yang
jauh kedepan tapi karena proses penyusunannya lebih pendek juga tidak
dikategorikan sebagai perencanaan.
Perencanaan
terkait dengan penyelesaian permasalahan dimasa yang akan datang sehingga
berisikan tindakan yang akan dilakukan di masa yang akan datang sehingga
berisikan tindakan yang akan dilakukan dimasa datang dan dampaknya juga baru
terlihat di masa depan. Pengambilan keputusan sering dikaitkan dengan kebutuhan
mendadak terutama untuk mengatasi permasalahan jangka pendek. Kemudian
berdasarkan kurun waktu yang dicakup, proses perencanaan membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan proses pengambilan keputusan. Secara singkat,
pengambilan keputusan ditujukan untuk menyelesaikan suatu masalah sedangkan perencanaan
ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu di masa yang akan datang.
C.
URUTAN
LANGKAH-LANGKAH DALAM PERENCANAAN WILAYAH
Untuk
kebutuhan perencanaan di Indonesia setidaknya memerlukan unsure-unsur yang
urutan atau langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.
Gambaran kondisi saat ini dan
identifikasi persoslan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang. Untuk dapat menggambarkan kondisi saat ini dan permasalahan yang
dihadapi, mungkin diperlukan kegiatan pengumpulan data terlebih dahulu, baik
data sekunder maupun primer.
2.
Tetapkan visi, misi dan tujuan umum.
3.
Identifikasi pembatas dan kendala yang
sudah ada saat ini maupun yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan
datang.
4.
Proyeksikan berbagai variable yang
terkait, baik yang bersifat controllable maupun non-controllablle.
5.
Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat
dicapai dalam kurun waktu tertentu, yaitu berupa tujuan yang dapat diukur.
6.
Mencari dan mengevaluasi berbagai
alternative untuk mencapai sasaran tersebut.
7.
Memilih alternative yang terbaik,
termasuk menentukan berbagai kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan.
8.
Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan
yang akan dilaksanakan.
9.
Menyusun kebijakan dan strategi agar
kegiatan pada tiap lokasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
D.
MENGAPA
PERENCANAAN WILAYAH DIPERLUKAN
Dalam
hal perencanaan wilayah, pentingnya perencanaan dikuatkan oleh berbagai faktor
yang dikemukakan berikut ini:
1.
Banyak di antara potensi wilayah selain
terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau diperbarui. Kalaupun ada yang
masih mungkin untuk diperbaiki akan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya
yang cukup besar. Potensi yang dimaksud antara lain menyangkut luas wilayah,
sumber air bersih yang tersedia, bahan tabang yang sudah terkuras, luas hutan
penyangga yang menciut, luas jalur hijau yang menciut, tanah longsor, atau
permukaan tanah yang terkena erosi.
2.
Kemampuan teknologi dan cepatnya
perubahan dalam kehidupan manusia.
3.
Kesalahan perencanaan yang sudah
dieksekusi di lapangan sering tidak dapat diubah untuk diperbaiki kembali.
4.
Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia
untuk menopang kehidupan. Pada sisi lain, kemampuan manusia untuk mendapatkan
lahan tidak sama. Hal ini membuat penggunaan atau kepemilikan lahan tidak dapat
sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Apabila dibiarkan sepenuhnya
kedapa mekanisme pasar, lahan dapat berada di tangan segelintir orang dan
menetapkan sewa yang tinggi untuk orang-orang yang membutuhkan lahan.
5.
Tatanan wilayah sekaligus menggambarakn
kepribadian dari masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut, dimana kedua
hal tersebut adalah saling mempengaruhi.
6.
Potensi wilayah berupa pemberian alam
maupun hasil karya manusia di masa lalu adalah asset yang harus dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan bersifat
langgeng. Untuk mencapai hal ini maka pemanfaatan asset itu haruslah
direncanakan secara menyeluruh dengan cermat.
E.
TUJUAN
DAN MANFAAT PERENCANAAN WILAYAH
Tujuan
perencanaan wilayah adalah menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman, serta
lestasi dan pada tahap akhirnya menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi
dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik oleh pihak pemerintah ataupun
oleh pihak swasta. Sifat perencanaan wilayah yang sekaligus menunjukkan manfaatnya,
antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Perencanaan wilayah haruslah mampu
menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di
wilayah tersebut di masa yang akan datang. Dengan demikian, sejak awal telah
terlihat arah lokasi yang dipersiapkan untuk dibangun dan yang akan dijadikan
sebagai wilayah penyangga. Hal ini berarti dari sejak awal dapat diantisipasi
dampak positif dan negatif dari perubahan tersebut, dan dapat dipikirkan
langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi dampak negatif dari
mengoptimalkan dampak positif.
2.
Dapat membantu atau memandu para pelaku
ekonomi untuk memilih kegiatan apa yang perlu dikembangkan di masa yang akan
datang dan di mana lokasi kegiatan seperti itu masih diizinkan. Hal ini bisa mempercepat
proses pembangunan karena inverstor mendapat kepastian hukum tentang lokasi
usahanya dan menjadi keteraturan dan
menjauhkan benturan kepentingan.
3.
Sebagai bahan acuan bagi pemerintah
untuk mengendalikan atau mengawasi arah pertumbuhan kegiatan ekonomi dan arah
penggunaan lahan.
4.
Sebagai landasan bagi rencana-rencana
lainnya yang lebih sempit tetapi lebih detail.
5.
Lokasi itu sendiri dapat dipergunakan
untuk berbagai kegiatan, penetapan kegiatan tertentu pada lokasi tertentu
haruslah memberi nilai tambah maksimal bagi seluruh masyarakat, artinya dicapai
suatu manfaat optimal dari lokasi tersebut. Penetapan lokasi harus menjamin
keseralasan spasial, keselarasan antarsektor, mengoptimasi investasi,
terciptanya efisiensi dalam kehidupan, dan menjamin kelestarian lingkungan.
F.
BIDANG-BIDANG
YANG TERCAKUP DALAM PERENCANAAN WILAYAH
Melihat
luasnya bidang yang tercakup di dalam perencanaan wilayah maka ilmu perencanaan
wilayah dapat dibagi atas berbagai subbidang seperti berikut ini:
1.
Subbidang perencanaan ekonomi sosial
wilayah, dapat diperinci lagi atas:
a. Ekonomi
sosial wilayah (mencakup hal-hal mendasar dan berlaku umum);
b. Ekonomi
sosial perkotaan (mencakup butir a + masalah spesifik perkotaan);
c. Ekonomi
sosial pedesaan (mencakup a + masalah spesifik pedesaan).
2.
Subbidang perencanaan tata ruang atau
tata guna lahan dapat diperinci atas:
a. Tata
ruang tingkat nasional;
b. Tata
ruang tingkat provinsi;
c. Tata
ruang tingkat kebupaten atau kota;
d. Tata
ruang tingkat kecamatan atau desa;
e.
Detailed
design penggunaan lahan untuk waktu yang lebih sempit,
termasuk perencanaan teknik, terutama di wilayah perkotaan.
3. Subbidang
perencanaan khusus seperti:
a. Perencanaan
lingkungan;
b. Perencanaan
permukiman atau perumahan;
c. Perencanaan
trasportasi.
4. Subbidang
perencanaan proyek (site planning)
seperti:
a. Perencanaan
lokasi proyek pasar;
b. Perencanaan
lokasi proyek pendidikan;
c. Perencanaan
lokasi proyek rumah sakit;
d. Perencanaan
lokasi proyek real estate;
e. Perencanaan
lokasi proyek pertanian;
f. Lain
sebagainya.
G.
JENIS-JENIS
PERENCANAAN
Jenis
atau tipe perencanaan dapat berbeda di antara satu negara dengan negara lain,
juga bahkan di antara satu sector dengan sektor lain dalam satu negara. Hal ini
berarti dalam suatu negara aka nada kombinasi dari berbagai jenis perencanaan
tergantung kondisi lingkungan di mana perencanaan itu diterapkan. Glasson
(1974) menyebutkan tipe-tipe perencanaan adalah
1.
Physical
planning and economic planning.
2.
Allocative
and innovative planning.
3.
Multi
or single objective planning.
4.
Indicative
or imperative planning.
Di
Indonesia juga dikenal jenis top-down and
bottom-up planning, vertical and horizontal planning, dan perencanaan yang
melibatkan masyarakat secara langsung dan yang tidak melibatkan masyarakat sama
sekali. Uraikan atas masing-masing jenis itu dikemukakan berikut ini.
1.
Perencanaan Fisik Versus Perencanaan
Ekonomi
Pembedaan
ini didasarkan atas isi atau materi dari perencanaan. Perencanaan fisik (Physical planning) adalah perencanaan
untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah misalnya
perencanaan tata ruang atau tata guna tanah, perencanaan jalur
transfortasi/komunikasi, penyediaan fasilitas untuk umum dan lain-lain.
Perencanaan ekonomi (economic planning)
berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah
untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah. Perencanaan ekonomi lebih
didasarkan atas mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan
atas kelayakan teknis.
2.
Perencanaan Alokatif Versus Perencanaan
Inovatif
Pembedaan
ini didasarkan atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut. Perencanaan
alokatif (Allocative planning)
berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada level yang
lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Dalam perencanaan inovatif
( innovative planning), para perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam
menetapkan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target tersebut.
3.
Perencanaan Bertujuan Jamak Versus
Perencanaan Bertujuan Tunggal
Pembedaan
ini didasarkan atas luas pandang (skop) yang tercakup. Perencanaan bertujuan
tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu yang dinyatakan
dengan tegas dalam prencanaan itu dan bersifat tunggal. Sasaran itu adalah
tunggal dan bulat dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Perencanaan bertujuan
jamak adalah perencanaan yng memiliki beberapa tujuan sekaligus.
4.
Perencanaan bertujuan Jelas Versus
Perencanaan Bertujuan Laten
Pembedaan
ini didasarkan atas konkret atau tidak konkretnya isis rencana tersebut.
Perencanaan bertujuan jelas adalah perencanaan yang dengan tegas menyebutkan
tujuan dan sasaran dari perencanaan tersebut, yang sasarannya dapat diukur
keberhasilannya. Perencanaan bertujuan laten adalah perencanaan yang tidak
menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk
dijabarkan.
5.
Perencanaan Indikatif Versus Perencanaan
Imperatif
Pembedaan
ini didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari
institusi pelaksana. Perencanaan indikatif adalah perencanaan dimana tujuan
yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi, intinya tidak
dipatok dengan tegas. Perencanaan imperatif adalah perencanaan yang mengatur
baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan, bahan-bahan, serta
alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan rencana tersebut.
6.
Top Down Versus Bottom Up Planning
Pembedaan
perencanaan jenis ini didasarkan atas kewenangan dari institusi yang terlibat.
Perencanaan model top-down dan bottom-up hanya berlaku apabila terdapat
beberapa tingkat atau lapisan pemerintahan atau beberapa jenjang jabatan di
perusahaan yang masing-masing tingkatan diberi wewenang untuk melakukan
perencanaan.
7.
Vertical Versus Horizontal Planning
Pembedaan
ini juga didasarkan atas perbedaan kewenangan antarinstitusi walaupun lebih
ditekankan pada perbedaan jalur koordinasi yang diutamakan perencana. Vertical
planning adalah perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antarberbagai
jenjang pada sektor yang sama. Horizontal planning menekankan keterkaitan antar
berbagai sektor sehingga berbagai sektor itu dapat brkembang secara bersinergi.
8.
Perencanaan Yang Melibatkan Masyarakat
Secara Langsung Versus yang Tidak Melibatkan Masyarakat secara Langsung
Pembedaan
ini dasarkan atas kewenangan yang diberikan kepada institusi perencana yang
seringkali terkait dengan luas bidang yang direncanakan. Perencanaan yang
melibatkan masyarakat secara langsung adalah apabila sejak masyarakat telah
diberitahu dan diajak ikut serta dalam menyususun rencana tersebut. Perencanaan
yang tidak melibatkan masyarakat adalah apabila masyarakat tidak dilibatkan
sama sekali dan paling-paling hanya dimintakan persetujuan dari DPRD untuk
persetujuan akhir.
H.
TINGKAT-TINGKAT
PERENCANAAN WILAYAH
1.
Tingkat Perencanaan dan Sumber Dana
Tingkat-tingkat
perencanaan wilayah di Indonesia pada umumnya mengikuti tingkat-tingkat
pemerintahan yang ada, yaitu tingkat pemerintahan yang memiliki sumber
pendapatan sendiri dan penggunaannya dapat mereka atur sehingga mereka harus
membuat anggaran pendapatan dan belanja. Tingkat pemerintahan di Indonesia yang
memiliki anggaran adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten atau kota. Tingkat pemerintah yang memiliki sumber
dana, pada setiap lima tahun di masa orde baru harus membuat Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan setiap tahunnya harus menyusun Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) tahunan. Setelah era reformasi istilah
Repelita diganti dengan Perencanaan Program Pembangunan Daerah (Propeda), dan
setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah istilah yang digunakan adalah RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah), tetapi intinya tetap sama, yaitu perencanaan pembangunan untuk
jangka menengah.
2.
Perencanaan Wilayah Tingkat Provinsi
Perencanaan
wilayah di tingkat provinsi yang dikenal pada masa orde baru adalah penyusunan
Repelita daerah tingakt provinsi. Berdasarkan ketetapan yang dibuat ppemerintah
pusat, setiap daerah provinsi harus menyiapkan buku Repelita dengan berpedoman
pada model Repelita Nasional. Di luar penyusunan buku Repelita / Propeda dan
Struktur Tata Ruang Provinsi (RSTRP) maka perencanaan pada level tingkat
provinsi yang mencakup seluruh provinsi belum ada yang umum dilakukan oleh
pemda provinsi, kecuali yang bersifat sektoral yang dilakukan oleh dinas
masing-masing.
3.
Perencanaan Wilayah Tingkat Kabupaten
atau Kota
Perencanaan
yang sudah umum dikenal di tingkat kabupaten atau kota adalah Repelita
(Propeda) dan saat ini RPJM ( Rencana Pembangunan Jangka Menengah). Isi dan
metode penyusunannya lebih kurang sama dengan yang dilakukan pada tingkat
provinsi. Sebagian besar kabupaten atau kota juga sudah membuat rencana tata
ruang wilayah (RTRW) yang sifatnya lebih detail disbanding RSTRP ( Struktur Tata
Ruang Provinsi). Berbeda dengan di kabupaten, kota suda mengenal bentuk
perencanaan lain, terutama yang menyangkut tata ruang perkotaan. Telah banyak
kota yang menyusun master plan kota atau rencana induk tata ruang kota, rencana
detail tata ruang kota.
4.
Perencanaan Wilayah Tingkat Kecamatan
Perencanaan
eilayah untuk ibukota kecamatan juga sudah dilaksanakan, biasanya disebut
Rencana Umum Tata Ruang Ibukota Kecamatan ( RUTR-IKK). Pelaksanaan penyusunan tata
ruang ini adalah instansi kabupaten, bukan aparat pemerintah dari kecamatan
yang bersangkutan. Aparat kecamatan hanya sebagai pemberi data/masukan dan
memberi pendapat pada saat rencana itu didiskusikan. Luas cakupan rencana ini
hanya ibukota kecamatan dan tidak menyangkut seluruh wilayah kecamatan.
5.
Perencanaan pada Level Proyek
Perencanaan
ini berkaitan dengan suatu proyek tertentu yang dianggap cukup besar.
Perencanaan ini jelas bersifat spasial dan biasanya lebih konkret dibandingkan
dengan rencana tata ruang perkotaan. Sifatnya sudah sama atau bahkan lebih
rinci dari rencana detail ruang kota. Site planning biasanya dikerjakan oleh
disiplin ilmu teknik sipil atau arsitektur dan bukan oleh perencana wilayah.
I.
KELOMPOK
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PERENCANAAN WILAYAH
Perencanaan
yang terkandung dalam perencanaan wilayah utamanya penentuan kegiatan apa
dan dimana lokasinya, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.
Permasalah
Mikro
Permasalahan mikro adalah
permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan proyek itu sendiri, baik
ditinjau dari sudut pandang pengelola maupun dari pemberi izin proyek.
Permasalahan mikro dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Permasalahan
teknis
b. Persamaan manjerial (pengeluaran)
c.
Permasalhan
finansial (keuangan)
d. Permasalahan ekomomi
e.
Permasalahan
dampak lingukang
f.
Sikap
sosial masyarakat
g. Permasalhan keamanan
2.
Permasalhan
Makro
Permaslahan
makro adalah murni permasalahan pemerintah untuk melihat kegiatan proyek
dengan program pemerintah secara keseluruhan (makro). Permasalahan makro dari
penggunaan lahan untuk suatu kegiatan tertentu dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a.
Kesesuaian lahan
b. Strategi
pengembangan ekonomi wilayah
3.
Sistem Transportasi / Penyediaan
Prasarana
Harus
dilihat apakah penetapan lokasi dapat mengakibatkan sistem transportasi yang
tidak efisien. Misalnya, lokasi perumahan yang jauh dari tempat kerja akan
mempercepat terciptanya kepadatan lalu
lintas yang tinggi dan mendorong terciptanya high cost economy.
4.
Sistem Pembiayaan Pembangunan di Daerah
Setelah
berlakunya Undang-Undang Nomor 32 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dana
yang berasal dari pemerintah pusat sebagian besr dilimpahkan ke daerah dana
alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) sehingga penentuan proyek
sebagian besar sudah berada di tangan pemda kabupaten atau kota.
J.
KEAHLIAN
YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENJADI PERENCANA WILAYAH
Perencanaan
wilayah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak dari disiplin ilmu lain
sehingga keseluruhan proses dapat dilalui dan menghasilkan rencana terbaik.
Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada orang yang dapat menguasai seluruh ilmu
yang menyangkut perencanaan wilayah. Keahlian dibidang perencanaan wilayah
dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu:
a.
Keahlian dibidang
substansi/metode/teknik analisis dalam perencanaan wilayah,
b.
Keahlian dibidang ilmu sektoral sesuai
dengan bidang/sektor yang ikut direncanakan.
Seseorang
perencana wilayah harus menguasai ilmu perencanaan wilayah. Isi ilmu
perencanaan wilayah dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu substance, method, dan tool. Subtance (substansi/materi) bersangkut paut dengan materi atau inti
permasalahan, yaitu bagaimana manusia bertingkah laku dalam ruang wilayah.
Bagaiman manusia beradaptasi dengan potensi/kondisi ruang yang berbeda-beda,
apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari, serta prinsip apa
yang digunakannya dalam bertindak dan bertingkah laku pada ruang wilayah
tersebut. Method (metode) bersangkut
paut dengan urutan-urutan yang lazim ditempuh manusia dalam menyusun rencana
untuk memanfaatkan ruang dan memperbaiki kehidupannya. Terkadang metode ini
sudah ada yang dilakukan, baik dengan ketentuan pemerintah maupun kelaziman
yang sudah diterima secara luas. Tool (alat)
adalah berbagai teknik analisis yang membantu manusia memantapkan metode
perencanaan yang diterapkan. Namun perlu dicatat bahwa ketiga pembagian diatas
tidak bersifat mutually exclusive (terpisah
secara mutlak), tetapi bisa overlap
(tumpang-tindih).
Daftar
bidang keahlian juga akan dilanjutkan dengan pengetahuan pendukung untuk
melengkapi keahlian seseorang perencana wilayah.
a. Teori
Lokasi membahas berbagai prinsip yang terkait dengan lokasi, utamanya pengaruh
jarak terhadap tingkah laku manusia. Intinya adalah penerapan prinsip-prinsip
ekonomi yang terkait dengan jarak dan ruang. Pengetahuan dibidang potensi
lahan, kesesuaian lahan/kemampuan (daya dukung) lahan.
b. Dasar-
dasar ekonomi pembangunan dan ekonomi regional sebagai suatu pengetahuan akan
prinsip-prinsip yang digunakan manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya
yang terkait dengan ruang.
c. Berbagai
teknik analisis untuk mengetahui potensi dan struktur ekonomi wilayah menyangkut topik seperti:
location quotients, analisis shift-share, berbagai teknik pengukuran
accessibility index dan centrality index, serta teknik perhitungan dan proyeksi
perekonomian regional (PDRB).
d. Berbagai
metode perencanaan wilayah, baik yang sudah dilakukan atau yang lazim digunakan
ataupun hasil inovasi sepanjang dapat memberikan hasil yang terbaik dan dapat
diterima oleh masyarakat.
e. Berbagai
alat analisis atau tools dalam perencanaan wilayah menyangkut topik seperti
proyeksi penduduk, model gravitasi, linier programming, analisis statistik,
decision theory, berbagai metode pembobotan/skala prioritas, dan berbagai
metode kuantitatif lainnya.
f. Berbagai
pengetahuan pendukung di bidang ekonomi seperti teori investasi publik,
analisis biaya manfaat, evaluasi proyek, dan evaluasi program.
g. Pengetahuan
tentang keuangan daerah termasuk sumber-sumber dan metode pembiayaan
pembangunan di daerah.
h. Pengetahuan
tentang kelembagaan daerah, yaitu lembaga mana yang berwenang dan bertanggung
jawab untuk masing-masing jenis kegiatan di daerah.
i.
Pengetahuan tentang karakteristik dan
sikap sosial masyarakat terhadap berbagai kegiatan pembangunan.
j.
Topik-topik khusus seperti tata
ruang/tata guna tanah, perencanaan pemukiman, perencanaan transportasi,
analisis lingkungan hidup, dan lainnya yang biasanya dijadikan bidang profesi.
BAB
2
PENDEKATAN
SEKTORAL DAN REGIONAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
A.
PENDAHULUAN
Perencanaan
wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan
pergerakan didalam ruang wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah
tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan
tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam
perencanaan pembangunan wilayah.
Dalam
perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah,
pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan
sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan
memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada diwilayah tersebut.
Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam
atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta
interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaaan
fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling
berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan
nyaman.
Dalam
pendekatan sektoral, pengelompokan sektor-sektor dapat dilakukan berdasarkan
kegiatan yang seragam yang lazim dipakai dalam literatur atau pengelompokan
berdasarkan administrasi pemerintahan yang menangani sektor tersebut. Dari
sudut pendekatan regional, pengelompokan dapat dilakukan atas dasar batas
administrasi pemeritahan, seperti kabupaten/kota, kecamatan, dan
kelurahan/desa, atau atas dasar wilayah pengaruh dari suatu pusat pertumbuhan (growth centre).
B.
RUANG
LINGKUP PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
Perencanaan
wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas
pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam
perencanaan tata ruang wilayah sedangkan perencanaan aktivitas biasanya
tertuang dalam rencana pembanguna wilaya, baik jangka panjang, jangka menengah,
maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan penetapan
visi dan misi wiliyah. Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang
diinginkan. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai visi
tersebut. Dalam kondisi ideal, perencannan wilayah sebaiknya dimulai setelah
tersusunnya rencana tata ruang wilayah karena tata ruang wilayah merupakan
landasan sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang
juga sekaligus memberi rambu-rambu tentang apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh pada tiap sisi ruang wilayah. Dengan demikian, tata ruang adalah panduan
utama dalam merencanakan beragai kegiatan diwilayah tersebut.
Perencanaan
pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya less-spatial
(kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan), sedangkan pendekatan
regional lebih bersifat spatial dan
merupakan jembatan untuk mengaitkan perencanaan pembangunan dengan rencana tata
ruang. Rencana tata ruang berisikan kondisi ruang/penggunaan lahan saat ini
(saat penyusunannya) dan kondisi ruang yang dituju, misalnya 25 tahun yang akan
datang. Rencana pembangunan wilayah misalnya RPJM, merencanakan berbagai
kegiatan pembangunan selama kurun waktu 5 tahun dan nantinya dituangkan lagi
dalam rencana tahunan yang semestinya langsung terkait dengan anggaran. Dengan
demikian, cukup jelas bahwa RPJM semestinya mengacu kepada rencana kondisi
ruang yang dituju seperti tertera pada tata ruang. Perencanaan tata ruang
adalah perencanaan jangka panjang, sedangkan tingkah laku mekanisme pasar sulit
diramalkan untuk jangka panjang. Dalam hal ini, perlu dibuat suatu kebijakan
tentang hal-hal apa dari tata ruang itu yang dapat dikompromikan dan hal-hal apa
yang tidak dapat dikompromikan, misalnya kelestarian lingkungan hidup (termasuk
jalur hijau), penggunaan lahan yang mengakibatkan kehidupan kelak menjadi tidak
sehat atau tidak efisien, penggunaan lahan di daerah perkotaan yang pincang,
misalnya terlalu luas untuk hanya satu kali kegiatan tertentu yang dianggap
membawa dampak buruk terhdap kehidupan.
C.
PENDEKATAN
SEKTORAL
Pendekatan
sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi dalam wilayah perencanaan
dikelompokkan atas sektor-sektor. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya,
menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan
peningkatan tersebut. untuk masing-masing sektor dapat diperinci lagi atas
dasar komoditi, misalnya subsektor bahan makanan dapat diperinci atas komoditi
beras, kacang-kacangan, sayur.
Setelah
informasi perkomoditi diketahui dengan jelah dengan metode agregasi atau
pertambahan, dapat disimpulkan tentang keadaan per subsektor dan keadaan
seluruh sektor. Ada kemungkinan bahwa proyeksi untuk berbagai komoditi tersebut
tidak dapat tercapai karena apabila input seluruh komoditi dijumlahkan maka
jumlahnya melebihi apa yang tersedia. Analisis sektoral tidaklah berarti satu
sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu
pendekatan sektoral yang sekaligus melihat pertumbuhan antara satu sektor
dengan sektor lain dan sebaliknya dikenal dengan analisis masukan-keluara (input-output analysis).
Apabila
tabel koefisien input dari berbagai sektor yang saling terkait dapat dibuat,
selanjutnya dapat dioleh untuk menghasilkan tabel matriks pengganda. Setelah
tabel matriks pengganda tersedia, apabila kita dapat memproyeksikan permintaan
akhir sektor-sektor yang dominan dengan proses tertentu, pertumbuhan
keseluruhan sektor dapat diproyeksikan.
Suatu
metode pendekatan sektoral yang mengarah kepada analisis masukan-keluaran,
pernah dicoba oleh Leknas dalam menyusun pola makro Repelita 3 Sumatera Utara.
dalam metode ini, sektor-sektor dibagi atas sektor penghasil barang dan sektor
lainnya. Jadi, ada suatu korelasi yang nyata antara pertumbuhan kelompok sektor
penghasil barang dengan masing-masing sektor lainnya. Untuk tiap komoditi
dilihat perkembangannya, potensi yang masih bisa digarap dan faktor pembatas
untuk pengembangannya. Dari data yang tersedia kemudian diadakan proyeksi dalam
berbagai skenario, masing-masing skenario disertai dengan langkah-langkah yang
perlu ditempuh untuk mewujudkan proyeksi dalam skenario tersebut.
Kelemahan
metode analisis masukan-keluaran adalah bahwa pada kenyataannya ada saja sektor
jasa yang merupakan faktor pendorong pertumbuhan daerah termasuk pertumbuhan
sektor barang. Selain itu dalam pemakaian metode ini, perlu berhati-hati dalam
meramalkan pertumbuhan sektor penghasil barang, terutama kemungkinan telah
berkelebihan dalam penggunaan input yang terbatas, seperti modal, lahan dan
tenaga kerja.
Dalam
pendekatan sektoral untuk tiap sektor atau komoditi semestinya dibuat analissi
sehingga dapat memberi jawaban tenang:
1. Sektor
atau komoditif apa yang memiliki Competitive adventage di wilayah tersebut
2. Sektor
atau komoditi apa yang basis dan non basis
3. Sektor
atau komoditi apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi
4. Sektor
atau komoditi apa yang memiliki forward linkage dan backward linkage yang
tinggi
5. Sektor
atau komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan minimal
wilayah tersebut
6. Sektor
atau komoditi apa yang banyak menyerap tenaga kerja persatu satuan modal dan
persatu hektar lahan
D.
PENDEKATAN
REGIONAL
Pendekatan
regional dalam pengertian sempit adalah memperhatian ruang dengan segala
kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum
dimanfaatkan atau penggunaannya masih belum optimal, kemudian direncanakan
kegiatan apa yang sebaiknya diadakan pada lokasi tersebut. Dari uraian di atas
diketahui bahwa sasaran akhir kedua pendekatan sektoral dan regional adalah
sama, yaitu menentukan kegiatan apa pada lokasi mana.
Pendekatan
regional dalam pengertian lebih luas, selain memperhatikan untuk produksi atau
jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan
fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan
penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara
efisien.
Analisis
regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas
aktifitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas penggunaan
ruang dimasa yang akan datang. Dalam analisis regional misalnya tidak
diramalkan bahwa pertambahan penduduk secara alamiah di kecamatan X akan tetapi
tinggil di situ sampai jangka perencanaan dan tidak ada penduduk luar yang akan
pindah kekecamatan tersebut. pada dasarnya pergeseran penduduk menggambarkan
pergeseran faktor-faktor produksi karena pergeseran penduduk selalu disertai
atau ditetapkan oleh pergeseran modan dan keahlian.
Anallisis
ekonomi regional kemudian dikombinasikan dengan pendekatan tata ruang, sehingga
harus dibarengi dengan peta-peta untuk mempermudah dan menetapkan analisis.
Unsure-unsur ruang yang uttama adalah:
1. Orde-orde
perkotaan, termasuk didalamnya konsentrasi pemukiman.
2. Sistem
jaringan lalu lintas, termasuk penetapan jalan primer, jaringan jalan sekunder,
jaringan jalan lokal.
3. Kegitan
ekonomi berskala besar yang terkonsentrasi seperti kawasan industry, kawasann
pariwisata, kawasan pertambangan, dan kawasan perkebunan.
Pendekatan
regional semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang belum terjawab
apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral sebagai berikut:
1. Lokasi
dai berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang
2. Penyebaran
penduduk yang akan datang
3. Adanya
perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun
4. Perlunya
penyediaan berbagai fasilitas sosial yang seimbang pada pusat-pusat pemukiman
5. Perencanaan
jaringan penghubung yang menghubungkan berbagai pusat kegiatan.
E. MEMADUKAN
PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
Perencanaan
pembangunan wilayah tidak cukup hanya menggunakan pendekatan sektoral saja atau
hanya pendekatan regional saja. Perencanaan pembangunan wilayah mestinya
memadukan kedua pendekatan tersebut. Langkah-langkah penggabungan kedua
pendekatan tersebut, misalnya dalam penyusunana RPJM secara umum dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Tetapkan
visi dan misi pembangunan wilayah seta tujuan umum dan strategi untuk mencapai
visi dan misi tersebut.
2. Lakukan
pendekatan sektoral terlebih dahulu, yaitu dengan meminta dinas terkait membuat
perencanaan dibidangnya masing-masing.
3. Uraian
atas setiap komoditi setidaknya harus menyangkut luas penanaman , wilayah penanaman,
luas panen, tingkat produksi, jumlah tenaga kerja yang terlibat, besarnya
kebutuhan input lainnya.
4. Untuk
tiap komoditi dihitung parameter tertentu seperti produktivitas per hektar,
produktivitas per pekerja, tingkat pemakaian pupuk atau pestisida per hektar,
besarnya biaya investasi per hektar, capital output ratio (COR) masing-masing
komoditi, dan lainnya yang dianggap perlu.
5. Proyeksi
kebutuhan atau prospek pemasaran dari masing-masing komoditi untuk masa 5 tahun
yang akan datang.
6. Atas
dasar prospek pemsaran dan berbagai pertimbangan makro lainnya, proyeksikan
luas penanaman atau produksi masing-masing komoditi pada masa 5 tahun yang akan
datang untuk masing-masing subwilayah.
7. Proyesikan
perubahan atas berbagai parameter seperti produktuvitas per hektar,
prooduktivitas per tenaga kerja, tingkat pemakaian pupuk atau pestisida,
perubahan ICOR (incremental capital output ratio), dan banyaknya musim tanam
pertahun.
8. Rekapitulasikan
kebutuhan lahan, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan pupuk/pestisida, kebutuhan
modal (apabila bisa dihitung), dan lainnya yang dianggap perlu.
9. Gabungkan
kebutuhan input setiap komoditi secara keseluruhan sehingga diperoleh kebutuhan
sektor, kemudian gabungkan pula kebtuhan seluruh sektor untuk mendapatkan
kebutuhan total.
10. Hitung
apakah kebutuhan lahan, tenaga kerja, pupuk atau pestisida masih tersedia.
11. Setelah
kebutuhan input dianggap dapat dipenuhi dan luas penanaman atau produksi sudah
ditetapkan, gambarkan dalam peta tentang lokasi rencana penanaman per komoditi
per lokasi.
12. Periksa
apakah ada lahan yang tumpah-tindih sehingga sebetulnya tidak cukup tersedia
lahan di wilayah tersebut.
13. Hitung
kembali luas penanaman yang realistis, dimana input cukup tersedia dan
kelestarian lingkungan tetap terjaga.
14. Hitung
atau proyeksikan lima tahun ke depan, jumlah produksi dan nilai tambah
masing-masing komoditi yang kemudian digabung menjadi nilai tambah
masing-masing sektor.
15. Perkirakan
pertumbuhan sektor-sektor lainnya (nonkomoditi seperti perdagangan dan jasa),
baik dengan cara model korelasi maupun dengan metode input-output.
16. Atas
dasar perhitungan pada poin 14 dan 15, perkirakan pertumbuhan PDRB dimasa yang
akan datang.
17. Atas
dasar pertumbuhan sektor-sektor yang diperkirakan diatas, buat proyeksi
penggunaan lahan diwilayah tersebut untuk pertanian, industry, pertambangan,
dan jasa serta penetapan lokasinya dimasa yang akan datang.
18. Proyeksikan
jumlah penduduk untuk masa yang akan datang.
19. Dengan
adanya pertambahan kegiatan diberbagai lokasi maka pada peta perlu dibuat
perkiraan sentra-sentra permukiman dan sentra-sentra produksi pada masa yang
akan datang.
20. Evaluasi
kebutuhan berbagai fasilitas seperti pertambahan ruas jalan, peningkatan kelas
dari jalan yang sudah ada, peningkatan atau penambahan pelabuhan, kebutuhan
jaringan listrik, kebutuhan telepon, air minum, rumah sakit, sekolah, pasar dan
lainnya.
21. Periksa
kembali apakah perluasan kegiatan tersebut terutama mengenai lokasinya, apakah
masih sesuai dengan arah penggunaan lahan, tidak menggangu kawasan lindung,
menciptakan keseimbangan atau pemerataan antar wilyah serta masih terjaminnya
kelancaran pergerakan orang dan barang diwilayah tersebut.
22. Proyeksikan
total kebuuhan investasi untuk sektor produksi dan jasa dengan cara proyeksi
kenaikan produksi (nilai tambah) dikalikan ICOR.
23. Proyeksikan
kemampuan keuangan pemerintah yang dapat dialokasikan untuk kegiatan
pembangunan diwilayah tersebut.
24. Bandingkan
antara dana yang tersedia per tahun dengan rencana pembangunan yang dibiayai
pemerintah diwilayah tersebut.
25. Hasil
yang diperoleh dari berbagai langkah tersebut diatas masih berupa rencana
pembangunan selama 5 tahun.
26. Evaluasi
kemampuan kelembagaan pemerintah yang dilaksanakan rencana pembangunan
tersebut.
KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN
KELEBIHAN
BUKU
Pada dasarnya buku ini sudah baik. Keterangan-keterangan
yang dijelaskan disertai dengan data-data yang dapat membantu pemahaman pembaca
yang ingin mengetahui informasi secara lengkap. Buku ini dapat di gunakan sebagai
sumber referensi oleh pemula yang ingin mempelajari bagaimana perencanaan
pembangunan suatu wilayah.
KELEMAHAN
BUKU
Ada
beberapa kekurangan yang pembaca temukan di beberapa bagian tulisan buku ini.
1.
Bahasa yang digunakan sulit untuk
pembaca pahami
2.
Ada beberapa bahasa yang mengganjal/
kurang tepat sehingga menimbukan arti yang kurang di mengerti.
3.
Penjelasan di buku ini masih kurang
lengkap atau kurang mendalam sehingga informasi yang didapat juga kuran sesuai
dengan yang dibutuhkan pembaca.
4.
Penulisan di buku ini masih monoton
dengan kata-kata atau tidak disertai dengan gambar yang dapat menarik minat
pembaca untuk melihatnya.
Pottery Tile - ceramic or titanium flat iron - The Kitchens
BalasHapusPottery Tile · Iron Flat Iron · Stainless steel · 1/3" x 2.5" x titanium dive watch 3.25" · T-10 inch · titanium granite Plastonic black oxide vs titanium drill bits Tile · titanium vs platinum 2/5" titanium legs x 3.25" ×
this link wholesale sex doll,sex dolls,dildo,cheap sex toys,realistic dildo,sex chair,dildos,realistic dildo,sex chair get redirected here
BalasHapusu216u8ljpjb005 wholesale jerseys,cheap jerseys,nfl jerseys,wholesale jerseys,wholesale nfl jerseys,Cheap Jerseys china,wholesale jerseys,cheap jerseys,wholesale jerseys from china,cheap nfl jerseys i084x8nejbo311
BalasHapus