Kritikalbuku
BAB V DAN BAB VI
RUANG DAN
PERWILAYAHAN
KOTA DAN DAERAH
BELAKANGNYA
DISUSUN OLEH
Oleh
1.
INRIANI
NADAPDAP /7133141035
2.
LESTIANA
SIMANJORANG /7133141055
3.
LISMAULI
K MARBUN /7132141032
4.
MARLINA
MARBUN /7132141025
5.
MAULIDINI
MANURUNG /7133141064
6.
M.
BAGUS WIRA GAMA
7.
NESTY
MURINDA

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
2017
BAB 5
RUANG DAN PERWILAYAHAN
A.
Apa
yang didefenisikan sebagai ruang
Ruang
bisa berarti sangat sempit tetapi juga sangat luas. Kita bisa membayangkan
bahwa ruang hanya sesuatu yang hampa tetapi memakan tempat dan juga bisa sesuatu yang ada isinya tetapi
berbeda dengan ruangan lain. Semua benda membutuhkan ruang sehingga salah satu
cirri membedakan benda adalah luas ruang yang dibutuhkan oleh benda itu. Dengan
demikian ruang adalah tempat untuk suatu benda/ kegiatan atau apabila kosong
bisa diisi dengan suaatu benda atau kegiatan. Dalam hal ini kata tempat adalah
berdimensi tiga dan kata benda/kegiatan adalah benda/kegiatan tanpa batas.
Kamus
random house, menulis space: a particular extent of surface. Dengan demikian,
secara umum ruang dapat diartikan dengan tempat berdimensi tiga tanpa konotasi
yang tegas atas batas lokasinya yang dapat menampung atau ditujukan untuk
menampung benda apa saja. Sebenarnya ada tiga kata yang sering bisa
dipertukarkan yaitu ruang, tempat dan lokasi. Ruang merupakan kata yang paling
umum tidak terikat isi maupun lokasi. Tempat sering dikaitkan dengan keberadaan
suatu benda. Posisi apabila dipermukaan bumi dapat ditentukan bujur dan lintangnya.
B.
Ruang
sebagai wilayah
Wilayah
dapat dilihat sebagai suatu ruang pada permukaan bumi. Pengertian permukaan
bumi adalah menunjuk pada tempat atau lokasi yang dilihat secara horizontal dan
vertical. Jadi, di dalamnya termasuk apa yang ada di permukaan bumi dan diatas
bumi. Menurut galsson ada dua cara
pandang yang berbeda tentang wilayah, yaitu subjektif dan objektif. Cara
pandang subjektif yaitu, wilayah adalah untuk mengidentifikasi suatu lokasi
yang didasarkan atas criteria dan tujuan tertentu. Cara pandang objektif yaitu,
wilayah benar-benar ada dan dapat dibedakan dari cirri-ciri/gejala alam
disetiap wilayah. Wilayah dapat dibedakan berdasarkan musim/teperatur yang
dimiliki atau berasarkan konfigurasi lahan, jenis tumbuhan, kepadatan penduduk,
atau gabungan dari cirri-ciri diatas.
Dalam
rangka kepentingan study maka yang cara pandang subjektif yang sering digunakan
karena dapat disesuaikan dengan tujuan studi itu sendiri. Pandangan objektif melihat ruang itu sebagai
suatu yang konkret, jelas batasnya, tetapi bukan berarti bahwa pandangan
subjektif hanya hayalan. Menurut Hanafiah unsur-unsur ruang yang terpenting adalah:
jarang, lokasi, bentuk, ukuran dan skala. Artinya keempat unsur diatas harus
dimiliki setiap wilayah. Glasson (1974) mengatakan wilayah dapat dibedakan
berdasarkan kondisinya atau berdasarkan fungsinya. Berdasarkan kondisinya
wilayah dapat dikelompokkan atas keseragaman isinya. Berdasarkan fungsikan,
kota dapat dibedakan dengan wilayah dibelakangnya., lokasi produksi dengan
wilayah pemasarannya, susunan orde pertanian, hierarki jalur transportasi dan
lain-lain.
Dalam
konsep ruang relative, selain keadaan fisik juga diperhatikan aspek sosial
ekonomi. Misalnya, jarak diukur secara fungsional berdasarkan unti waktu,
ongkos, dan usaha. Jadi unsur, persepsi manisia atas dunia nyata sudah
dimasukkan. Konsep ruang yang digunakan tergantung permasalahan yang dibahas.
Permasalahan sosial dan ekonomi umumnya menggunakan konsep ruang relative,
sedangkan dalam perencanaan fisik, terutama untuk ruang yang sempit umumnya
menggunakan konsep absolute.
C. Pengertian Wilayah Untuk
Kebutuhan Perencanaan/Pembangunan
Pengertian wilayah yang digunakan
dalam perencanaan dapat berarti suatu wilayah yang sangat sempit atau sangat
luas, sepanjang didalamnya terdapat unsur ruang atau space. Untuk kepentingan
perencanaan maka wialayah harus dapat dibagi (partitioning) atau dikelompokkan
(grouping) kedalam satu kesatuan agar bisa dibedakan dengan kesatuan lainnya.
Dalam membagi atau mengelompokkan tergantung pada titik awal ruang wilayah yang
dimaksudkan. Kata Region (wilayah) saat ini bahkan digunakan untuk mencakup
wilayah beberapa negara sekaligus. Menjadikant wilayah beberapa negara sebagai
satu kesatuan haruslah ada dasarnya. Dengan demikian patut dipertanyakan apa
kondisi umum yang harus dipenuhi agar sekelompok wilayah negara itu dapat
dijadikan satu kesatuan ruang.
Dalam
kerangka analisis ekonomi/sosial maka wilayah yang dikelompokkan dalam satu
region bagian-bagiannya haruslah berhubungan erat antara satu dengan yang
lainnya. Apabila region itu adalah kumpulan wilayah beberapa negara maka di
dalam negara harus terjadi perpindahan faktor-faktor produksi secara mudah
dibandingkan dengan perpindahan ke negara lain. Secara administrasi
pemerintahan kemungkinan ada bagian wilayah yang terpisah dari wilayah
induknya. Namun keseluruhan wilayah masih tetap berada dalam satu kesatuan
karena ada faktor pengikat yaitu ketentuan hukum ataupun perjanjian yang diakui
oleh negara ataupun dunia internasional. Agar kesatuan wilayah tetap terjaga
maka wilayah induk dengan wilayah terpisah harus berhubungan secara intensif. Dengan
demikian hubungan internal yang cukup merupakan hal kunci dalam banyak metode
pengelompokan wilayah.
D. Jenis-jenis Pewilayahan
Suatu
pewilayahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu
sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan :
1.
Berdasarkan wilayah adaministrasi
pemerintahan, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan dan dusun/lingkungan.
2.
Berdasarkan kesamaan kondisi, yang
paling umum adalah kesamaan kondisi fisik. Cara pembagian lainnya juga
berdasarkan kesamaan sosial budaya.
3.
Berdasarkan ruang lingkuppengaruh
ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat pertumbuhan yang
kira-kira sama besarnya/rangkingnya, kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh
dari setiap pusat pertumbuhan. Apakah yang dapat dipakai sebagai ukuran batas
pengaruh suatu pusat pertumbuhan? Bahwa batas pengaruh antara satu kota dengan
kota lainnya hanya dapat dilakukan untuk kota-kota yang sama rangkingnya.
4.
Berdasarkan wilayah perencanaan/program.
Dalam hal ini ditetapkan batas batas wilayah ataupun daerah daerah yang terkena
suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu
perencanaan untuk tujuan khusus.
E. Kebaikan dan Keburukan Masing-masing
Jenis Perwilayahan
Masing-masing cara perwilayahan
memiliki kebaikan dan keburukan. Cara perwilayahan mana yang paling cocok
tergantung pada tujuan studi/perencanaan itu sendiri.
1. Pewilayahan
berdasarkan administrasi pemerintahan
Berdasarkan sejarah
pembentukannya, wilayah administrasi yang setingkat di Indonesia adalah
beragam. Ada yang luas dan sempit, ada yang memiliki potensi ekonomi kuat dan
potensi ekonomi kuat. Jadi sumber pendapatan daerah yang berpredikat provinsi,
misalnya ada yang cukup kuat dan cukup lemah. Salah satu keunggulan
perwilayahan atas dasar administrasi pemerintahan adalah kemungkinan dapat
ditetapkannya batas wilayah secara jelas. Perubahan perwilayahan harus melalui
UU serta memerlukan persetujuan DPRD dan pemerintah pusat. Walaupun cara
perwilayahan administrasi pemerintahan yang ada sekarang kurang efisien,tetapi
tidak mudah diganti karena menyangkut sejarah dan fanatisme masyarakat.
2. Perwilayahan
berdasarkan homogenitas.
Daerah-daerah yang
memiliki kesamaan dalam sektor yang dibahas, misalnya pertanian rakyat,
perikanan, perkebunan, agama atau beberapa sektor sekaligus dapat dijadikan
satu wilayah. Hal ini dapat menngkatkan kemampuan dan keahlian pusat pelayanan
sehingga dapat memberikan jalan keluar yang lebih cepat dan efisien. Misalnya,
cara meningkatkan produksi jagung di tanah karo mungkin cocok atau tak banyak
variasinya apabila diterapkan di simalungun (sama-sama daerah pegunungan).
Jadi, untuk program sektoral maka perwilayahan secara homogenitas sering dapat
mempermudah pekerjaan. Namun, perlu diingat bahwa masing-masing sektor memiliki
pembagian wilayah yang cocok untuk sektor itu sendiri. Perlu dicatat bahwa
batas luar dari perwilayahan atas dasar homogenitas ini sulit ditentukan
sehingga umumnya juga memanfaatkan batas wilayah administrasi yang ada.
3. Perwilayahan
berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi.
Wilayah belakang (hinterland) dikatan sebagai wilayah
pengaruh sebuah kota apabila dalam memenuhi kebutuhannya atau menjual hasil
produksinya cenderung bergantung kepada kota tersebut, termasuk kebutuhan
hidup, pendidikan, kesehatan, dan rekreasi. Cara perwilayahn seperti in
bersifat makroregional, artinya tidak atas dasar melihat sektor yang ada di
wilayah satu per satu. Perwilayahan seperti ini sangat berguna dalam
perencanaan transportasi dan perencanaan fasilitas sosial yang perlu dibangun
di masing-masing pusat pertumbuhan. Akan tetapi, model ini memiliki kelemahan
berupa sulitnya menetapkan batas pengaruh dari suatu pusat pertumbuhan.
4. Perwilayahan
berdasarkan program atau suatu perencanaan khusus.
Wilayah yang
diikutsertakan dalam perencanaan itu adalah mulai dari muara, daerah di kanan
kiri alur sungai sampai daerah pegunungan yang merupakan sumber mata air dari
sungai tersebut. Wilayhnya merupakan sepanjang sepanjang sungai tetapi bisa
melewati beberapa kecamatan atau bahkan provinsi. Maka, aka sirna kalau program
ini sendiri sudah selesai dan tidak ada tindak lanjutnya.
Kelemahan :
1. Pada Bab 5 terdapat kalimat yang
ditulis dalam bahasa Inggris tetapi tidak disertakan dengan terjemahannya,
sehinga pembaca sulit untuk dapat memahamiya.
2. Pembahasan isi tidak
langsung kepada inti dari pembahasan tersebut tetapi terlalu banyak
kalimat-kalimat penjelas sehingga membuat pembaca tidak langsung menemukan inti
dari pembahasan suatu sub judul pada bab 5.
3.
Seharusnya pada sub judul “Kebaikan dan keburukan masing-masing jenis
perwilayahan” dipisah, tidak digabungkan sehingga pembaca dapat dengan mudah
mengklasifikasikan apa saja yang menjadi kebaikan dan keburukan masing-masing
jenis wilayah.
Kelebihan :
Kelebihan
pada bab 5 ini ialah terdapat banyak pendapat para ahli yang sangat mendukung
setiap teori sehingga pembaca dapat menerima dan memperbanyak wawasan mengenai
ruang dan perwilayahan. Selanjutnya, istilah-istilah bahasa Inggris yang
terdapat didalamnya menambah pembendaharaan istilah-istilah asing. Kemudian
soal latihan diakhir bab sudah bagus dan dapat mendorong pembaca untuk
mengingat dan mencari informasi lebih banyak mengenai materi bab 5.
BAB 6
KOTA DAN DAERAH BELAKANGNYA
A.
Pendahuluan
Sifat analisis adalah bahwa dalam
satu wilayah terdapat perbedaan yang menciptakan hubungan unik antara satu
bagian dengan bagian lain dalam wilayah tersebut. Tempat konsentrasi penduduk dan kegiatannya
dinamakan dengan berbagai istilah yaitu kota, pusat perdagangan, pusat
industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, wilayah nodal dan pusat
pemukiman. Daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan dengan berbagai istilah
seperti daerah pedalaman, wilayah belakang, (hinterland),
dan daerah pertanian atau daerah pedesaan. Hal ini sangat bermanfaat dalam
mengatur pembangunan kota dan daerah belakangnya.
B. Bagaimana
Terbentuknya Kota-kota di Indonesia
Terbentuknya kota-kota di
Indonesia dapat dikemukakan berdasarkan hipotesis berikut ini. Seandainya ada
suatu daratan yang luas dan memiliki potensi yang sama, kemudaian pada daratan
tersebut ditempatkan keluarga-keluarga secara merata dengan jarak yang sam
antara satu dan lainnya, cepat atau lambat akan terjadi konsentrasi domisili
keluarga-keluarga tersebut. Hal ini terjadi baik karena kebutuhan social maupun
karena pertimbangan ekonomi. Kebutuhan social, antara lain kebutuhan tolong
menolong, bertukar pikiran, berteman, melakukan pekerjaan yang tidak mampu
dikerjakan sendiri, atau alasan keamanan. Konsentrasi domisili berdasarkan
pertimbangan ekonomi terutama muncul karena bakat dan keahlian yang berbeda
yang akan menciptakan spesialisasi. Artinya, kebutuhan keluarga tidak lagi
dihasilkan oleh masing-masing keluarga, tetapi cukup mengonsentrasikan diri
pada kegiatan tertentu sedangkan kebutuhan lainya diperoleh melaalui pertukaran
(jual-beli). Spesialisasi itu sendiri akan meningkatkan produktivitas dan
menekan ongkos serta menambah jenis dan jumlah produksi. Akan tetapi, karena
masing-masing keluarga hanya menghasilkan produk tertentu, terjadilah
pertukaran barang yang akhirnya menciptakan perdagangan.
Ketika manusia bergerak dari
suatu daerah ke daerah lain (melakukan perjalanan), manusia memiliki
kecenderungan untuk mengikuti alur lalu lintas yang sudah lazim digunakan oleh
orang lain. Pada mulanya hal ini dilakukan untuk menghindari jangan sampai
tersesat dan memberi kepastian bahwa alur berbagai kemudahan bagi pelalu
lintas, misalnya tempat istirahat, konsumsi, penginapan dan lain-lain. Suatu tempat konsentrasi bias juga terjadi
karena tempat itu diputuskan sebagai pusat keraajaan/pemerintahan tetapi
setelah hilangnya masa kerajaan, tempat itu hanya bias bertahan sebagai tempat
konsentrasi kalau di tempat itu sudah terdapat banyak cabang jalan ke berbagai
jurusan. Suatu tempat bisa juga menjadi tempat konsentrasi karena hal-hal
khusus yang menarik orang untuk datang ke tempat tersebut. Misalnya,
ditemukannya suatu bahan tambang, daerah yang menarik untuk tempat pariwisata,
dibukanya sutau proyek besar, dan lain-lain. Terhadap hal-hal khusus ini sifat
konsentrasinya akan terbatas sesuai dnegan potensi dari hal-hal khusus
tersebut. Hanya apabila kemudian tempat konsnetrasi itu juga memiliki berbagai
cabang jalan dan tempat itu cocok sebagai tempat transit, barulah dapat terjadi
suatu perkembangan yang lebih luas.
C. Apa yang di definisikan Sebagai Kota
Dalam
perencanaan wilayah, sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat permukiman atau
tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota
memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda
disbanding dengan derah pedesaan/pedalaman. Di dalam menetapkan apakah sesuatu
konsentrasi permukiman itu sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau belum,
maka perlu ada kriteria yang jelas untuk membedakannya. Salah satu kriteria
yang umum digunakan adalah jumlah dan kepadatan penduduk. Bagi kota yang
dulunya sudah berstatus kotamadya atau sudah dikenal luas sebagai kota, maka
permasalahannya adalah berapa besar sebetulnya kota tersebut, misalnya ditinjau
dari sudut jumlah penduduk atau pun luas wilayah yang masuk dalam satuan kota.
Menggunakan jumlah penduduk berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan,
seringkali hasilnya tidak tepat untuk menggambarkan besarnya sebuah kota,
karena terkadang ada bagian (pinggiran) dari wilayah administrasi kota belum
tepat dikatakan sebgai wilayah kota, karena belum memenuhi persyaratan sebagai
wilayah kota (misalnya masih sebagai wilayah pertanian perkebunan).
Permasalahan
bagi konsentrasi permukiman atau bagi kota kecil (ibu kota kecamatan) adalah
konsentrasi itu dapat dikategorikan sebagai kota atau masih sebagai desa. Jadi,
perlu menetapkan kriteria apakah suatu lokasi konsentrasi itu sudah memenuhi
syarat untuk dinyatakan sebagai kota atau belum. BPS, dalam pelaksanaan survey
status desa/kelurahan yang dilakukan pada tahun 2000, menggunakan beberapa
kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai
desa atau sebagai kota. Kriteria yang digunakan adalah:
1.
Kepadatan
penduduk per kilometre persegi
2.
Persentase
rumah tangga yang mata pencariannya utamanya adalah pertanian atau non
pertanian
3.
Persentase
rumah tangga yang memiliki telepon
4.
Persentase
rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik
5.
Fasilitas
umum yang ada di desa/kelurahan, seperti fasilitas pendidikan, pasar, tempat
hiburan, kompleks pertokoan, dan fasilitas lain, seperti hotel, biliar,
diskotek, karaoke, panti pijat dan salon. Masing-masing fasilitas diberi skor
(nilai). Atas dasar skor yang dimiliki desa/kelurahan tersebut masuk dalam
salah satu kategori berikut, yaitu perkotaan besar, perkotaan sedang, perkotaan
kecil dan pedesaan.
Kriteria BPS di atas hanya
didasarkan atas kondisi (besaran) fisik dan mestinya dilengkapi dengan melihat
apakah konsentrasi itu menjalankan fungsi perkotaan. Pada dasarnya untuk
melihat apakah konsentrasi itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa
banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu
menjalankan fungsi perkotaan. Fasilitas perkotaan/fungsi perkotaan, antara lain
sebagai berikut:
1.
Pusat
perdagangan, yang tingkatannya dapat dibedakan atas; melayani masyarakat kota
itu sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggiran (daerah yang
berbatasn), melayani beberapa kota kecil (pusata kebupaten), melayani pusat
provinsi atau pusat kegiatan perdagangan antar pulau/ekspor di provinsi
tersebut dan pusat beberapa provinsi sekaligus.
2.
Pusat
pelayanan jasa, baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan. Jasa perorangan
misalnya tukang pangkas, salon, tukang jahit, perbengkelan. Reparasi alat
elektronik, pengacara, dokter, notaris atau warung kopi/nasi. Jasa perusahaan,
misalnya perbankan, perhotelan, asuransi, pengangkutan, pelayanan pos, tempat
hiburan, dan jasa penyewaan peralatan.
3.
Tersedianya
prasarana perkotaan, seperti system jalan kota yang baik, jaringan listrik,
jaringan telepon, jaringan air minum, pelayanan sampah, system drainase, taman
kota dan pasar.
4.
Pusat
penyediaan fasilitas social seperti prasarana pendidikan (universitas, akademi,
SMA, SMP, SD) termasuk sebagai kursus keteraampilan, prasarana kesehatan dengan
berbaagai tingkatnnya, termasuk apotek, tempat ibadah, prasarana kesehatan
dengan berbagai tingkatannya, termasuk apotek, tempat ibadah, prasarana
olahraga, dan prasarana social saperti gedung pertemuan.
5.
Pusat
pemerintahan, banyak kota yang sekaligus merupakan lokasi pusat pemerintah.
Kota terbesar di suatu provinsi seringkali adalah pusat pemerintahan tingkat
provinsi, demikian pula untuk tingkat kota/kabupaten, tingkat kecaamatan, dan
tingkat kelurahan/desa. Pusat pemerintahan turut mempercepat tumbuhnya suatu
kota karena banyak masyarakat yang perlu datang ke tempat itu untuk urusan
pemerintah.
6.
Pusat
komunikasi dan pangkaalan transportasi, artinya dari kota tersebut masyarakat
bisa berhubungan ke banyak tujuan dengan berbagai pilihan alat penghubung,
misalnya telepon, teleksm internet, radio, dan falksimile, bisa mengirim uang
dengan banyak cara, misalnya melalui
bank, kantor pos atau perusahaan pengiriman (forwarding). Bisa bepergian
langsung ke berbagai tujuan dengan berbagai pilihan alat transportasi, seperti
bus, kapal laut, kereta api, atau pesawaat udara.
7.
Lokasi
permukiman yang tertata, suatu lokasi dikatakankota karena jumlah penduduknya
banyak. Penduduk membutuhkan tempat tinggal. Hal ini berarti kota sekaligus
merupakan lokasi permukiman dan semsetinya di kota permukiman itu kelihatan
teratur/tertata karena harus meminta IMB apabila ingin membangun. Makin banyak
fungsi dan fasilitas perkotaan, makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi itu adalah
sebuah kota.
D.
Keuntungan
Beralokasi Pada Tempat Konsentrasi
Keuntungan berlokasi pada tempat
konsentrasi atau terjadinya aglomerasi disebabkan oleh faktor economic of scale
dan economic of localization. Economic of scale adalah keuntungan karena dapat
berproduksi secara berspesialisasi sehingga produksi lebih besar dan biaya
perunit ya lebih efisien. Dengan memilih tempat di kota berarti lebih dapat
melakukan spesialisasi sehingga dengan modal yang sama dapat dipilih suatu
bagian produksi khusus walaupun tidak komplet, tetapi dapat dibuat secara
besar-besaran.
Dasar
dari economic of scale adalah fator-faktor produksi yang tidak dapat dibagi.
Misalnya, adalnya mesin-mesin atau peralatan yang hanya terdapat dalam ukuran
tertentu. Makin besar biasanya menghasilkan biaya perunit yang lebih
kecil.Economic of localization adalah keuntungan karena di tempat itu terdapat
berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan. Berbagai
fasilitas yang dapat mempelancar kegiatan perusahaan itu, misalnya jasa
perusahaan, perusahaan air bersih, tempat latihan dan tempat reklame.
E.
Bentuk
Hubungan Antara Kota Dengan Daerah Belakangnya
Kota generatif adalah kota
yang menjalankan bermacam-macam fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun
daerah di belakangnya., sehingga bersifat saling menguntungkan dan saling mengembangkan.
Kota parasitif adalah kota yang tidak banyak berfungsi untuk menolong daerah
belakangnya dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh di desa.
Suatu kota yang bersifat enclave (tertutup). Hubungan yang tidak menguntungkan
ialah apabila kota itu berkembang tetapi tidak mengharapkan input dari daerah
sekitarnya melainkan dari daerah luar.
Kota
adalah suatu enclove, yaitu seakan-akan terpisah sama sekali dari daerah
sekitarnya melainkan dari luar. Kota adalah suatu enclave, yaitu seakan-akan
terpisah sama sekali dari daerah sekitarnya atau pedalaman. Buruknya prasarana,
perbedaan taraf hidup/pendidikan yang sangat mencolok dan faktor lain dapat
membuat kurangnya hubungan antara perkotaan dengan daerah pedalaman sekitarnya.
F. PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE)
Secara
geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas
dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik ( pole of attraction ), yang
menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat
senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada dikota tersebut, walaupun
kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut. Pusat pertumbuhan
harus memiliki empat ciri-ciri yaitu :
1.
Adanya Hubungan Internal dari berbagai
macam kegiatan
Ada
keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya, sehingga apabila ada satu
sektor yang tumbuh, akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling
terkait.
2.
Ada efek Pengganda (multiplier effect)
Apabila
ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat,
karena ada keterkaitan mengakibatkan produksi sektor lain juga meningkat dan
akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi
bisa beberapa kali lipat dibandingkan kenaikan permintaan dari luar untuk
sektor yang pertama meningkat permintaannya. Unsur efek pengganda sangat
berperan dalam membuat kota itu mampu memacu pertumbuhan daerah belakangnya.
Karena kegiatan berbagai sektor dikota meningkat tajam kebutuhan kota akan
bahan baku/ tenaga kerja yang dipasok dari daerah belakangnya akan meningkat
tajam.
3.
Ada konsentrasi geografis
Hal
ini membuat kota itu menarik untuk di kunjungi dan karena volume transaksi yang
semakin meningkat akan menciptakan
economic of scale sehingga tercipta efisiensi lanjutan.
4.
Bersifat mendorong daerah belakangnya
Kota membutuhkan bahan
baku dari daerah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan daerah
belakangnya untuk dapat mengembangkan diri jadi, konsentrasi itu dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam (di antara berbagisektor di dalam
kota) maupun ke luar (ke daerah belakangnya).
G.
HIERARKI PERKOTAAN
Hierarki perkotaan
sangat terkait dengan hierarki fasilitas kepentingan umum yang ada di masing –
masing kota, jenis fasilitas itu mungkin harus ada mulai dari kota kecil hingga
kota besar, tetapi kapasitas pelayanan harus berbeda demikian juga kualitasnya.
Tujuan pengaturan adalah agar terdapat efisiensi, biaya pembangunan dan
perawatan fasilitas tidak berlebihan (mubazir) namun masyarakat pun dapat
terlayani tanpa mengorbankan biaya yang berlebihan untuk mendatangi fasilitas
yang letaknya jauh.
Dalam wilayah suatu
negara akan ada kota yang sangat besar yang mungkin berupa kota metropolitan,
ada kota yang cukup besar, ada kota sedang, dan ada kota kecil. Bagaimana cara
menetapkan batas pengaruh dari suatu pusat kota terhadap daerah sekitarnya
termasuk terhadap kota lain yang lebih kecil. Kita ketahui bahwa sulit
menetapkan batas pengaruh antara dua kota yang berlainan orde tetapi masih
mungkin untuk menetapkan batas pengaruh dua kota yang ordenya sama.
Hartshorn, dkk. (1988)
menggunakan rumus yang di namakan breaking-point
theory
Keterangan :
d
= Jarak antara kedu kota (di ukur
dari pusat perdagangan masing – masing)
Pend
Z =
Penduduk kota yang lebih besar
Pend
Y =
Penduduk kota yang lebih kecil
Contoh perhitungan : misalnya kota A
bertetangga dengan kota B. Penduduk kota A adalah 90.000 penduduk kota B adalah
30.000 jarak kedua kota 30 km. Di mana batas pengaruh kota B untuk kegiatan
perdagangan eceran.
Jawabanya
:
Jadi pengaruh kota yang lebih kecil (kota
B) adalah 10,99 km dari pusat kotanya (pusat perdagangannya). Secara tidak
langsung rumus di atas mengasumsikan bahwa akses dari perbatasan (titik breaking point) ke kota A dan ke kota B adalah sama. Jika akses tidak sama,
kenyataan di lapangan akan berbeda. Ketika masing – masing kota memiliki
angkitan kota tersendiri yang tidak langsung menghubungkan kedua kota, batas
trayek angkutan kota adalah batas pengaruh dari kota tersebut.
H.
Berbagai
Metode Penerapan Orde Perkotaan
Metode
menetapkan orde dapat dibagi atas tige kelompok, yaitu:
1.
Hanya Menggunakan Variabel Penduduk
a. Metode Chirstaller
Chirstaller
berpendapat bahwa perbandingan jumlah penduduk antara kota orde lebih tinggi
dengan kota orde setingkat lebih rendah setidaknya tiga kali lipat. Jadi,
misalnya kota orde I jumlah penduduknya tiga kali lipat dibandingkan penduduk
kota orde II atau kota orde II penduduknya paling tinggi hanya sepertiga
penduduk kota orde I, demikian seterusnya.
Tentunya jumlah penduduk masing-masing kota
tidaklah persis sama persis. Dalam hal ini dilihat angka penduduk kota
mendekati salah satu angka tersebut di atas, dan itulah yang menjadi orde dari
kota tersebut.
b. Metode Rank Size Rule
Dalam menetapkan
orde perkotaan, metode rank size rule menggunakan rumus berikut ini.
Pn = P1 x Rn-1
Keterangan:
Pn
= Jumlah Penduduk kota orde ke-n
P1
= Jumlah Penduduk kota tersebar di wilayah tersebut (orde I)
Rn-1
= Orde Kota dengan pangkat -1 atau 1/R
Arti rumus ini adalah jumlah penduduk
kota orde ke-n adalah 1/n jumlah penduduk kota orde tertinggi (orde I,
dalam hal ini P1)
c. Metode Zipf
Rumus berikut ini dibuat oleh Auerbach
dan Singer tetapi dipopulerkan oleh Zipf (Glasson, 1974), sehingga lebih
dikenal dengan Metoda Zipf.
Rumusnya adalah Pn = 
Pn = jumlah penduduk kota ranking
ke- n
P1 = jumlah penduduk kota terbesar
n = orde (ranking) kota tersebut
q = sebuah pangkat
Rumus Zipf ini tidak
dapat digunakan secara langsung karena pada persamaan tersebut ada dua bilangan
yang tidak diketahui, yaitu n dan q. untuk dapat menggunakannya terlebih
dahulu harus ditetapkan beberapa tingkat ranking perkotaan (n) yang akan
dipakai di wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan data tentang kota dengan
penduduk terbesar dan dengan penduduk terkecil. ( tetapi masih memenuhi
persyaratan sebagai kota). Menggunakan contoh pada metode Christaller maka kota
dengan penduduk teresar tersebut otomatis diberi orde I, namun kota dengan
penduduk terkecil perlu ditetapkan orde ke beberapa. Misalnya, kota terkecil
itu ditetapkan sebagai orde IV (secara arbiter).
Atas dasar rumus di atas, maka:
Kota orde I = 135.000
: (12,279507) = 135.000 jiwa
Kota orde II = 135.000 : (22,279507)
= 27.860 jiwa
Kota orde III = 135.000 : (32,279507)
= 11.043 jiwa
KotaordeIV =135.000:(42,279507)=5.727jiwa
2.
Perbandingan Persentase Hubungan Keluar
Sebuah kota tidak
mungkin tidak melakukan hubungan keluar. Hubungan keluar itu dapat hubungan
dengan daerah belakangnya, hubungan dengan kota orde sama dan hubungan dengan
kota orde lebih tinggi. Hubungan itu dapat berupa membeli bahan baku,
menyediakan kebutuhan daerah belakangnya termasuk pemanfaatan berbagai
fasilitas yang ada di kota oleh masyarakat yang ada di belakangnya, dan arus
tenaga kerja. Banyaknya hubungan keluar ini dinyatakan dengan jumlah
trip. Secara teoritis, jumlah trip keluar adalah sama dengan jumlah trip
masuk, karena setiap trip yang pergi akan diikuti dengan trip pulang.
Perbedaannya untuk hari tertentu hanya apabila hari pergi dan hari pulang tidak
sama, akan tetapi apabila masa pengamatan diperpanjang maka jumlah trip pergi
dan jumlah trip pulang semestinya sama. Trip dapat dinyatakan dalam satuan
orang maupun satuan mobil penumpang (SMP). Dalam praktik yang paling banyak
digunakan adalah SMP karena lebih mudah menghitungnya. Pada setiap kota dapat
dihitung jumlsh trip keluar dari kota tersebut. Presentase trip keluar diantara
pasangan kota dapat digunakan untuk menentukan perbedaan orde dari ke dua kota
tersebut., artinya dapat ditentukan kota man yanhg lebih tinggi ordenya
diantara kedua kota tersebut. Kota dengan presentase keluar ke kota
pasangannya, yang lebih rendah dinyatakan memiliki orde lebih tinggi.
3.
Gabungan
Beberapa Variabel
Penentuan orde perkotaan dapat didasarkan atas gabunan beberapa variable.
Variable yang umum dianggap brpengaruh dalam menetapkan orde perkotaan dalah
sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk
perkotaan.
2. Banyaknya asilitas
yang dimiliki, seperti luas pasar, luas kompleks pertokoan, jumlah pasilitas
pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan, baragam jasa yang dimiliki (seperti
jasa bank, jas asuransi, jasa perbengkelan), dan lainnya.
3. Tingkat aksesbilitas
dari kota tersebut terhadap kota terdekat yang memiliki orde lebih tinggi di
wilayah itu, misalnya ibukota kabupaten/provinsi.
Ketiga factor di atas bias dianggap memiliki bobot
yang sama tetapi bias juga berbeda, sesuai dengan pengamatan di lapangan tentan
factor mana yang paling berpengaruh dalam membuat sebuah kota bias menarik
pengunjung dari kota lain/ daerah belakangnya dating ke kota tersebut. Sama
seperti dalam menggunakan metode jumlah penduduk, langkah pertama yang perlu
ditempuh adalah mengidentifikasi seluruh kota yang ada dalam wilayah analisis.
Batas kota tidak didasarka atas batas kota aministrasi tetapi didasarkan atas
kondisi fisik dan memiliki fungsi perkotaan. Batas kota ini akan digunakan baik
untuk menghitung jumlah penduduk maupun jumlah fasilitas yang ada di kota
tersebut.
a.
Faktor jumlah penduduk
Setelah seluruh kota
dalam wilayah analisis diidentifikasi, dihitung jumlah penduduk di setiap kota.
Kemudian kota diurutkan berdasarkan jumlah pnduduknya mulai dari yang terbesar
hingga yang terkecil. Setelah itu, kota – kota itu dibagi dalam beberapa kelas.
Jumlah kelas sama dengan jumah orde perkotaan yang diinginkan.
b.
Faktor banyaknya fasilitas
Ada beberapa factor
yang tidak perlu diragkan lagi menciptakan daya tarik bagi sebuah kota,
misalnya pasar, kompleks pertokoan, fasiitas pendidikan, dan fasilitas
kesehatan.akan tetapi, cukup banyak fasilitas lain yang ada di pertokoan yang
juga memiliki daya tarik dan apabila tidak dibatasi akan membuat daftar
fasilitas menjadi sangat panjang. Fasilitas lain misalnya perbankan, apotek,
notaris, pengacara, biro perjalanan, perkantoran, perbengkelan, tempat
hiburan,restoran, hotel, salon kecantikan, tukang pangkas, gelanggang olahraga,
dan tenpat ibadah.
Dalam mengukur daya
tarik masing – masing fasilitas, diketahui ada fasilitas sejenis yang
kualitasnya berbeda sehingga diperlukan pembobotan/pemberian nilai.
1.
Pasar
Mengukur daya tarik
pasaruntuk pasar yan bersifat permanen (bka setiap hari), dapat didasarkan atas
luas pasar (m2) ataupun jumlah pedagang yang berjualan di pasar.
Akan tetapi ada juga pasar yang beupa pecan yang hanya buka seminggu sekali
atau lebih sering. Tetapi tidak setiap hari. Dari sudut hari operasi, bobot
untuk pecan harusdibagi tujuh. Akan tetapi,karena ditetapkan misalnya 30% dari
pasar permanen.
2.
Pertokoan
Sama seperti pasar
maka daya tarik pertokoan dapat didasarkan atas luas pertokoan ataupun jumlah
took. Sama seperti jumlah penduduk maka banyaknya toko di masing - masing
kota diurutkan dari yang terbanyak hingga terkecil dan dibagi ke dalam kelas.
3.
Fasilitas pendidikan
Fasilitas pendidikan
sangat berperan. Dari sudut jenjang pengajaran maka ad ataman kanak – kanak,
sekolah dasar, SLTP, SMA sampai S-3. Mengukur tingkat fasilitas yang tersedia
tidak bisa didasarkan atas unit sekolah/ perguruan tinggi, karena kapasitas atau
daya tapung masing – masing unit sekolah /perguruan tinggi tidak sama dan
perbedaannya bisa cukup besar. Dalam hal ini, yang lebih tepat digunakan adalah
bangku sekolah ataupun jumlah murid/mahasiswa.
4.
Fasilitas kesehatan
Sama seperti fasilitas
pendidikan maka fasilitas kesehatan juga cukup beragam. Ada praktik mantra
kesehatan /bidan, praktik dokter umum, praktik dokter spesialis, uskesmas
pembantu,puskesmas tanpa rawat inap, pukesmas dengan rawat inap, rumah sakit
tipe C, rumah sakit tipe B, rumah sakit tipe A. Tentunya pemberian nilai bisa
berbeda dari satu wilayah ke wilayanh yang lain sesuai denan daya tarik
masing-masing fasilitas kesehatan tersebut terhadap pasien di wilayah itu.
Setelah itu, satuan pasien untuk tiap fasilitas di suatu kota dijumlahkan,
emudian digabung untuk mendapatkan total suatu pasien di kota tersebut.
Selanjutnyakota berdasarkan satuan pasien diurutkan dari yang terbesar ke yang
terkecil kemudian di bagi ke dalam kelas. Jumlah kelas sama dengan dalam
analisis penduduk.
5.
Tingkat aksesbilitas
Yang dimaksud dengan
tingkat aksesbilitas adalah kemudahan mencapai kota tersebut dari kota /
wilayan yang berdekatan, atau bisa juga dilihat dari sudut kemudahan mencapai
wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal di kota tersebut. Ada
berbagai unsure yang mempengaruhi tingkat aksesbilitas, misalnya kondisi jalan,
jenis alat angkutan yang tersedia, frekuensi keberangkatan dan jarak. Untuk
menyederhanakan persoalan maka cukup digunakan unsure jarak/ waktu tempuh.
Mengukur tingkat
aksesbilitas suatu kota/lokasi biasanya menggunakan rumus gravitasi. Rumus
sederhana yang dapat digunakan adalah:
PiPj
Tij
= .
F(Zi)
dijb
Tij =
tingkat aksesbilitas dari kota i ke kota j
Pi =
penduduk kota i(kota yang dianalisis)
Pj =
penduduk kota j (kota terdekat yang ordenya lebih tinggi )
dij = jarak
dari daerah i ke daerah j, tapi lebih baik dinyatakan dalam waktu tempuh
(menit)
b = pangkat dari d
(dalam banyk hal b = 2)
F(Zi) = fungsi Zi,
dimana Zi adalah ukuran daya tarik kota i,
Dengan menggunakan rumus diatas maka aksesbiitas (Tij)tiap
kota dapat dihitung. Kemudian semua kota diurutkan mulai dari Tij
tertinggi ke Tij terendah. Urutan kota itu dibagi dalam kelas dengan
interval yang sama. Jmlah kelas sama sepertidalam analisis penduduk.Ada metode
lain dimana masing – masing factor itu besarannya dinyatakan dalam bentuk skor.
Kemudian seluruh skor untuk tiap kota dijumlahan dan setelah itu baru dibagi ke
dalam kelas. Metode yang dikemukakan di atas selain kita memperoleh orde
sesuatukota juga bisa melihat factor kekuatan dankelemahanpada posisi orde yang
dimilikinya.
I.
Permasalahan Dalam Menetapkan Orde Perkotaan
Salah
satu tujuan menetapkan orde perkotaan adalah agar dapat diperkirakan luas
wilayah pengaruh dari kota tersebut. Dengan demikian, dapat diperkirakan jenis
dan tingkat/mutu fasilitas kepentingan umum apa saja yang perlu dibangun di
kota tersebut, baik untuk melayani penduduk kota itu sendiri maupun penduduk
daerah belakangnya yang sering datang ke kota tersebut. Pada sisi lain,
hal ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan apakah fasilitas yang telah ada
di kota tersebut akan dimanfaatkan secara penuh oleh penduduk kota itu dan
penduduk daerah belakangnya. Orde perkotaan umumnya didasarkan atas jumlah penduduk
atau gabungan antara jumlah penduduk, jumlah fasilitas kepentingan umum, dan
tingkat aksesibilitas kota tersebut terhadap kota lain yang ordenya lebih
tinggi dan berdekatan
Daya
tarik sebuah kota beraasal dari bagian kota yang memiliki fisik sebagai kota
ataupun berfungsi sebagai kota. Kesalahan ini banyak terjadi dalam mengevaluasi
kota kecil (misalnya ibu kota kecamatan). Hal ini karena data yang dianalisis
adalah data seluruh kecamatan dan bukan hanya ibu kota kecamatan yang telah
memiliki fisik /fungsi sebagai kota. Walaupun di kecamatan itu terdapat jumlah
penduduk yang banyak, begitu juga jumlah fasilitas banyak tersedia tetapi
lokasinyatersebar di berbagai tempat dan saling berjauhan sehingga kurang
menimbulkan daya tarik. Beragam fasilitas yang berada pada satu lokasi
(berdekatan) akan memberi kemudahan bagi pengguna jasa/masyarakat. Misalnya
dengan mendatangi satu tempat masyarakat sudah bisa mendapatkan berbagai
kebutuhan berupa barang kebutuhan sehari-hari, peralatan rumah tangga, pendidikan
dan kesehatan. Hal ini dapat menghemat waktu dan biaya bagi pengguna
jasa/masyarakat dan hal itu menciptakan daya tarik.
Perlu
dicatat bahwa untuk kota besar/metropolitan, masalah konsentrasi berbagai
fasilitas justru bisa menciptakan dampak yang berbeda. Konsentrasi berbagai
fasilitas secara berlebihan dalam satu lokasi justru bisa menciptakan kemacetan
lalu lintas yang merugikan banyak pihak. Kebijakan yang ditempuh adalah
menghindari adanya konsentrasi yang berlebihan di suatu lokasi. Caranya dengan
menyebarkan konsentrasi ke berbagai lokasi dengan tingkat pelayanan yang
berbeda. Jadi, misalnya ada lokasi konsentrasi dengan tingkatan untuk melayani
lingkungan perumahan, ada lokasi untuk melayani tingkatan satu kelurahan, ada
lokasi untuk melayani tingkatan satu kecamatan, ada lokasi dengan tingkatan
melayani satu bagian kota, dan ada lokasi dengan tingkatan melayani seluruh
kota dan regional. Makin tinggi tingkatannya makin beragam jenis jumlah
kebutuhan yang tersedia.
Permasalahan
lain dalam menetapkan orde perkotaan dikemukakan berikut ini. Jika kota-kota
berdasarkan ordenya tersebar secara merata di seluruh wilayah, tidak ada
masalah menetapkan metode orde perkotaan. Namun sering kali terjadi tumbuhnya
beberapa kota sedang atau kecil pada pinggiran kota besar. Kota-kota yang
tumbuh pada pinggiran /berdekatan dengan kota besar seringkali bukanlah sebuah
kota mandiri melainkan sebagai kota satelit dari kota besar. Kota satelit
sering hanya dijadikan sebagai tempat tinggal bagi penduduk yang aktivitas sehari-harinya
berada di kota besar. Seringkali masyarakat kota satelit selain bekerja juga
berbelanja, menyekolahkan anak dan menggunakan fasilitas umum lainnya di kota
besar bukan di kota tgempat ia tinggal.
Secara
orde perkotaan karena jumlah penduduknya banyak, fasilitas juga banyak tersedia
dan aksesibilitas juga mudah, kota ini akan mendapatkan orde yang tinggi
dibanding kota lain yang berada jauh dari kota besar. Disisi lain, terlihat
kota satelit tidak atau sedikit sekali memiliki daerah belakang, bahkan dia
sendiri merupakan daerah belakang dari kota besar yang masyarakatnya banyak
menggunakan fasilitas yang ada di kota besar, dan bukan di kota tempat ia
tinggal. Dengan demikian, penyediaan fasilitas jenis tertentu di kota satelit
bisa dibuat lebih rendah dari total kebutuhan penduduk yang tinggal di kota
satelit tersebut. Kebutuhan akan air minum, listrik, telepon, dan pelayanan
persampahan memang harus dikaitkan dengan total penduduk di kota satelit
tersebut (dengan tingkat pelayanan tertentu). Akan tetapi, kebutuhan akan
fasilitas pasar, kompleks pertokoan, pendidikan, kesehatan, berbagai jasa, dan
tempat hiburan bisa lebih rendah dari total rata-rata kebutuhan penduduk kota
satelit.
Menurut
teori perkotaan (sesuai dengan pandangan Christaller), banyaknya kota
berdasarkan ordenya adalah makin rendah ordenya, jumlah kotanya makin banyak.
Jadi, semestinya kota orde IV jauh lebih banyak dari kota orde III, dan kota
orde III jauh lebih banyak dari kota orde II, demikian seterusnya. Namun kota
besar seperti Medan, kalau hanya ditinjau dari sudut jumlah penduduk, kota orde
sedang (II dan III) malah lebih banyak daripada kota orde rendah (IV dan
seterusnya). Hal ini antara lain karena banyaknya kota sedang yang tumbuh
sebagai kota satelit dari kota besar. Hal ini menyebabkan perlu kehati-hatian
dalam menetapkan orde dari kota satelit tersebut.
Kelemahan :
1.
Pada bab 6 ini, terdapat metode-metode menetapkan orde perkotaan yang disertai
dengan rumus perhitungannya. Maka seharusnya disertakan contoh soal yang jelas
dengan jawabannya untuk mempermudah pemahaman pembaca.
2.
Pada bab 6, disajikan data-data yang bersumber dari BPS. Tetapi, penulisannya
didalam bentuk kalimat. Seharusnya disajikan dalam bentuk tabel. Sehingga
informasinya dapat disampaikan dengan baik.
3.
penegelompokan orde kota dimana terdapat kota orde I sampai dengan orde IV dan
juga contoh kotanya. Maka seharusnya dibuat dalam tabel agar setiap kota orde
dan juga contohnya jelas informasinya.
Kelebihan :
Pada bab 6 ini kelebihan yang didapatkan ialah
soal-soal latihan pada akhir bab sudah bagus karena membuat para pembaca dapat
memahami dan mengingat kembali pembahasan dibab 6. Selanjutnya, rumus-rumus
yang disajikan sudah jelas disertai dengan keterangan-keterangan yang
mempermudah dalam menggunakan rumus tersebut.
Komentar
Posting Komentar