CRITICAL BOOK REVIEW
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II
NAMA
: FEBRINA GM PURBA (7133141080)
IRWAN
RISKI L. TOBING ( 7133141075)
KHAIRUL
NISA (7132141022)
MILA
ROSALINA (7131141075)
NATALIA
SITORUS (7133141075)
PELITA
SIANTURI (7133141081)
YANTI
MUNTHE (7147341002)
KELAS
: B REGULER
PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah memberikan kami kesempatan
untuk menyelesaikan laporan critical book
review kami pada dua bab yaitu bab pertama dan bab kedua dari buku pegangan
mahasiswa. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Ivo Selvia
Agustin S.E., M.Pd. yang telah mempercayakan tugas ini kepada kami.
Kami sangat
memahami bahwa laporan yang telah kami susun ini memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan yang
ada di dalam laporan ini. Dan kami akan terus berusaha untuk memperbaiki
penyajian isi dan kualitas isi laporan kami kedepannya.
Demikian kata
pengantar yang bisa kami sampaikan, atas kekurangannya kami ucapkan permohonan
maaf yang sedalam-dalamnya dan berterimakasih yang sebesar-besarnya atas
perhatian ibu.
Medan, Mei
2017
BAB 3
DASAR-DASAR PERENCANAAN RUANG
LINGKUP WILAYAH
A.
ARTI
DAN RUANG LINGKUP PERENCANAAN RUANG WILAYAH
Ruang wilayah
adalah ruang pada permukaan bumi di mana manusia dan makhluk lainnya dapat
hidup dan beraktifitas. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara ; termasuk di dalamna lahan satu tanah, air , udara dan
benda lainya serta daya dan keadaan, sebagai satu kesatuan wilayah tempat
manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
Perencanaan
ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan/pemanfaatan ruang wilayah, yang
intinya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning) dan perencanaan penggerakan pada ruang tersebut.
Perencanaan wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian-bagian wilayah
(zona) yang dengan tegas diatur penggunaanya dan bagian wilayah-wilayah yang
kurang/ tidak diatur penggunaanya.
Penyusunan tata
ruang dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu perencanaan yang mencakup
keseluruhan wilayah perkotaan dan nonperkotaan (wilayah belakang) dan
perencanaan khusus untuk wilayah perkotaan. Perencanaan tata ruang mencakup
seluruh wilayah misalnya, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana
Tata Ruang Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten (RTRWK).
B.
LANDASAN
DAN MANFAAT PENGATURAN PENGUNAAN RUANG
Di wilayah
Negara Republik Indonesia hak Negara jelas diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat
(3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Dalam sebuah
terbitan World Bank, Christine M.E. Whitehead (Dunkerley, ed; 1983:108)
menulis “The market mechanism is unlikely, on its own, to produce an
efficient allocation of land uses”. Artinya, mekanisme pasar saja tidak
akan menghasilkan suatu alokasi penggunaan lahan yang efisien. Dengan demikian
apabila dibiarkan, kemakmuran masyarakat tidak akan optimal atau bahkan bisa
merosot.
Whitehead
mengemukakan beberapa alasan mengapa pemerintah perlu campur tangan dalam
mengatur penggunaan lahan:
1. Pemerintah
perlu menyediakan lahan untuk kepentingan umum (public goods), yang apabila
diserahkan kepada mekanisme pasar, yang apabila diserahkan kepada mekanisme
pasar, hal itu tidak akan tersedia atau ketersediaannya tidak sebanyak yang
dibutuhkan.
2. Adanya
factor eksternalitas (externalities) dalam kegiatan manusia, yaitu adanya
dampak dari kegiatan tersebut terhadap lingkungan disekitarnya yang bisa
merugikan dan menguntungkan masyarakat (tetapi dalam banyak hal merugikan),
tetapi mempengaruhi penerimaan/pengeluaran institusi yang melakukan kegiatan
tersebut.
3. Informasi
yang tidak sempurna, menyangkut kondisi saat ini maupun tentang apa yang
direncanakan orang saat ini untuk dilaksanakan di masa yang akan datang.
4. Daya
beli masyarakat yang tidak merata sehingga ada pihak-pihak yang dapat menguasai
lahan secara berlebihan tetapi ada pihak lain yang sulit mendapatkan lahan.
5. Perbedaan
penilaian individu/masyarakat antara manfaat jangka pendek dengan manfaat jangka
panjang. Masyarakat cenderung menilai manfaat jangka pendek lebih penting
ketimbang manfaat jangka panjang.
Alasan
pertama, perlunya dilestarikan kawasan yang mengandung
spesies tanaman dan hewan langka serta situs bersejarah yang dijadikan kawasan
lindung.
Alasan
Kedua, pemerintah perlu mencegah masyarakat dari
penggunaan lahan yang merugikan dirinya sendiri.
Alasan
ketiga, Manusia dalam hidupnya menginginkan atau
membutuhkan keindahan, kenyamanan, keamanan , kententeraman, keteraturan, dan
kepastian hukum.
C. BENTUK CAMPUR
TANGAN PEMERINTAH
Walaupun
pemerintah memiliki hak mengatur penggunaan lahan sesuai dengan Pasal 33 UUD
1945. Akan tetapi, tidak efisien apabila seluruh lahan diatur penggunaannya
oleh pemerintah. Pemerintah belum tau persis penggunaan yang optimal dari
seluruh lahan tersebut dan sisi lain, lahan itu sendiri sudah dikuasai
masyarakat sebelum UUD 1945 diberlakukan.
Bentuk
campur tangan pemerintah dapat dikategorikan atas kebijakan yang bersifat :
1.
Menetapkan
atau mengatur
2.
Mengarahkan
3.
Membebaskan
Bagaimana
masing-masing kebijakan itu sebaliknya diterapkan akan diuraikan lebih lanjut
berikut ini :
1. Kebijakan yang Bersifat Menetapkan atau Mengatur
Kebijakan
yang bersifat menetapkan/mengatur artinya pemerintah menetapkan penggunaan
lahan pada suatu subwilayah (zona) atau lokasi hanya boleh untuk
kegiatan/penggunaan tertentu (kegiatan itu bisa hanya satu atau lebih), yang
dinyatakan secara spesifik. Kebijakan ini diterapkan untuk mencapai sasaran
sebagai berikut
a.
Mempertahankan
kelestarian lingkungan hidup
b.
Menyediakan
lahan untuk kepentingan umum
c.
Melindungi
masyarakat dari kemungkinan menderita kerugian yang besar yaitu untuk kegiatan
yang memiliki faktor eksternalitas negatif yang besar
d.
Menciptakan/menjaga
keasrian/keindahan/kenyamanan suatu lingkungan
e.
Menghindari
penggunaan lahan yang pincang sehingga tidak efisien
f.
Dan
menghindari penggunaan lahan yang tidak memberikan sumbangsih yang optimal.
2. Kebijakan yang
Bersifat Mengarahkan
Kebijakan
yang bersifat mengarahkan adalah apabila pemerintah tidak menetapkan ketentuan
yang ketat, mengeluarkan kebijakan yang bersifat menggiring/mendorong
masyarakat arah penggunaan lahan yang diinginkan pemerintah. Contoh kebijakan
mengarahkan antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintah ingin agar lahan pertanian pada lereng
perbukitan tidak ditanami tanaman
semusim karena kemampuan tanah menahan air menjadi rendah dan dalam kondisi
permukaan lahan terbuka, bisa menimbulkan erosi. Pemerintah dapat menempuh
langkah-langkah melakukan penyuluhan tentang kerugian yang dapat ditimbulkan
dan pemberian bibit tanaman keras secara gratis yang memiliki nilai ekonomis
tinggi.
b. Pemerintah tidak menginginkan pertumbuhan kota berkembang
mengikuti jalur jalan raya utama menuju ke luar kota karena bisa membuat
kemacetan lalu lintas pada jalur tersebut.
c. Agar rakyat kecil tetap memiliki lahan peruamahan di
kota/pinggiran kota, pengembangan di
wajibkan membangun sejumlah rumah tipe kecil setiap kali dia membangun rumah
tipe sedang dan besar.
3. Kebijakan yang Bersifat Membebaskan
Kebijakan yang bersifat membebaskan artinya penggunaan
lahan pada lokasi tersebut tidak diatur atau diarahkan. Cukup banyak lahan yang
umumnya digunakan sebgai lahan pertanian karena kepadatan penduduk masih
rendah, lahan datar sehingga kemungkinan kecil terjadi erosi, pemerintah tidak
perlu menetapkan penggunaan khusus bagi lahan tersebut, misalnya untuk
persawahan irigasi teknis atau kawasan peternakan.
D. GAMBARAN UMUM
PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH
Perencanaan
tata ruang wilayah adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan
tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya
kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan. Setiap
rencana tata ruang harus mengemukakan kebijakan makro pemanfataan ruang berupa
:
1.
Tujuan
pemanfataan ruang
2.
Struktur
dan pola pemanfaatan ruang
3.
Pola
pengendalian pemanfaatan ruang
Tujuan
penataan ruang adalah menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan
di berbagai subwilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan serasi.
Struktur ruang menggambarkan pola pemanfaatan ruang dan kaitan antara berbagai
ruang berdasarkan pemanfaatannya serta hierarki dari pusat permukiman dan pusat
pelayanan. Pola pemanfataan ruang adalah tergambarkannya pemanfaatn ruang secara
menyeluruh. Pola pengendalian pemanfaatan ruang adalah kebijakan dan strategi
yang perlu ditempuh agar rencana pemanfaatn ruang dapat dikendalikan menuju
sasaran yang diinginkan.
1. Penetapan Kawasan Lindung
Kawasan
lindung adalah kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian lingkungan
hidup. Kawasan lindung dapat berupa warisan alam maupun hasil olahan manusia
dengan tujuan memiliki fungsi lindung. Pemerintah menetapkan 200 meter sempadan
pantai harus dijadikan jalur hijau dan sebaiknya ditanami pohon bakau.
Pemerintah menetapkan 100 meter lahan dikanan kiri sungai adalah sebagai jalur
hijau, sedangkan untuk anak sungai ditetapkan 50 meter. Jalur hijau di sekitar
mata air adalah 200 meter disekeliling mata air tersebut. Untuk waduk dan danau
ditetapkan 500 meter di sepanjang tepinya adalah jalur hijau. Tepi jurang juga
ditetapkan sebagai jalur hijau, yaitu dua kali dalamnya jurang. Jalur hijau
juga dibutuhkan di perkotaan. Jalur hijau di perkotaan adalah tanaman terbuka
hijau yang berfungsi sebagai penyedia oksigen, pencipta kenyamanan dan
keindahan kota. Semestinya 20% dari wilayah dijadikan taman terbuka yang hijau.
2. Penetapan Kawasan Budi Daya yang Diatur
Kawasan
budi daya adalah kawasan di mana manusia dapat melakukan kegiatan dan
memanfaatkan lahan baik sebagai tempat tinggal atau beraktivitas untuk
memperoleh pendapatan/kemakmuran. Kawasan budi daya yang diatur adalah kawasan
tempat manusia beraktivitas dengan batasan-batasan tertentu. Kawasan yang sudah
ditetapkan untuk penggunaan khusus tidak boleh diubah penggunannya atau
kalaupun memungkinkan harus melalui prosedur yang ditentukan. Misalnya, lahan
irigasi teknis tidak digunakan untuk kepentingan lain, kawasan perumahan tidak
dibenarkan untuk menjadi perkantoran/kegiatan jasa, lokasi kepentingan umum
tidak mudah dialihkan, kecuali ada jaminan bahwa akan ada penggantinya dan
masyarakat tidak dirugikan.
3. Kawasan Budi Daya yang Diarahkan
Berbeda
dengan kawasan yang diatur, cara pemanfaatan lahan kawasan budi daya yang
diarahkan tidak dinyatakan dengan tegas bahkan seringkali pengarahannya
dilakukan secara sektoral. Misalnya pengarahan itu diberikan oleh dinas
petanian, dinas kehutanan, dinas tata kota atau dinas perindustrian. Usaha
pertanian sejenis juga diarahkan terkonsentrasi pada suatu lokasi karena akan
menciptakan efisiensi pemasaran dan penyediaan kebutuhan serta mempermudah
pembinaannya. Misalnya, di dekat lokasi pertanian tanaman semusim (palawija dan
sayur-sayuran) disediakan lokasi usaha peternakan. Limbah pertanian bisa
dijadikan makanan ternak dan kotoran ternak dapat diolah menjadi pupuk tanaman.
4. Kawasan Budi Daya yang Dibebaskan
Kawasan
ini yang tidak diatur atau diarahkan secara khusus. Kawasan ini biasanya berada
di luar kota dan tidak ada permasalahan dalam penggunaan lahan. Daerah itu juga
bukan persawahan beririgasi teknis.
5. Hierarki Perkotaan
Hirarki
perkotaan menggambarkan jenjang fungsi perkotaan sebagai akibat perbedaan
jumlah, jenis dan kualitas dari fasilitas yang tersedia di kota tersebut. Atas
dasar perbedaan itu, volume dan keragaman pelayanan yang dapat diberikan setiap
jenis fasilitas juga berbeda. Hirarki perkotaan sangat perlu diperhatikan dalam
perencanaan wilayah karena menyangkut fungsi yang ingin diarahkan untuk
masing-masing kota. Terlaksananya fungsi itu berkaitan dengan fasilitas
kepentingan umum yang akan dibangun masing-masing kota. Banyakna fasilitas yang
harus tersedia di masing-masing kota harus sejalan dengan luas pengaruh kota
tersebut atau jumlah penduduk yang diperkirakan akan memanfaatkan fasilitas tersebut.
6. Pengelolaan Wilayah Pedesaan
Pada
setiap desa perlu ditetapkan deliniasi desa, yaitu wilayah yang dijadikan
permukiman dan wilayah budi daya. Perlu diperhatikan kemampuan lahan dan
efisiensi jaringan penghubung antara wilayah pemukiman dengan wilayah budi daya
serta hubungan keluar dari desa tersebut. Desa di Indonesa dikategorikan atas
swadaya, swakarya dan swasembada. Kebijakan yang diterapkan adalah bagaimana
meningkatkan status desa tersebut dengan bantuan yang seminimum mungkin dari
pemerintah. Dengan demikian, untuk meningkatkan status desa maka tidak cukup
hanya dari usaha pemerintah saja tetapi juga terkait dengan partisipasi atau
kegiatan ekonomi masyarakat.
7. Sistem Prasarana Wilayah
Sistem
prasarana wilayah adalah jaringan yang menghubungkan satu pusat kegiatan dengan
pusat kegiatan lainnya, yaitu antara satu permukiman dengan permukiman lainnya,
antara lokasi budi daya dengan lokasi permukiman, dan antara lokasi budi daya
yang satu dengan lokasi budi daya lainnya. Bentuk jaringan itu adalah prasarana
berupa jalan raya, jalur kereta api, jalur sungai, laut dan danau, jaringan
listrik, jaringan telepon dan lain sebagainya. Tujuan perencanaan jaringan
adalah agar pergerakan orang dan barang dapat mencapai seluruh wilayah secara
efisien, yaitu cepat, murah dan aman. Begitu juga produksi dan kebutuhan
wilayah dapat terpasarkan tersedia secara efisien.
8. Kawasan yang Diprioritaskan Pengembangannya
Kawasan yang diperkirakan akan cepat berkembang di masa
yang akan datang, baik karena kekuatan internal yang terdapat di kawasan itu
ataupun karena adanya investasi baru yang akan masuk ke wilayah tersebut.
Kawasan yang berkembang akan mendorong kawasan yang berdekatan untuk turut
berkembang.
9. Penatagunaan Tanah, Air, Udara dan Sumber Daya Alam
Lainnya
Penatagunaan
tanah intinya adalah penatagunaan lahan dengan tujuan agar lahan dapat
digunakan secara aman, tertib dan efisien sehingga pemanfaatan lahan untuk budi
daya dan prasarana menjadi optimal dan di sisi lain kelestarian lingkungan
hidup tetap terjaga.
Penatagunaan
air adalah pemanfaatan sumber air yang tersedia (air tanah dan air permukaan)
secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumber air tersebut.
Penatagunaan udara adalah penataan penggunaan lahan yang terkait dengan ruang
udara dan pemanfaatan udara sebagai sumber daya. Hal-hal yang perlu
diperhatiakn antara lain jalur penerbangan, jaringan listrik, jaringan telkom
dan arah angin yang bisa mempengaruhi lingkungan.
E. GAMBARAN UMUM
PERENCANAAN TATA RUANG PERKOTAAN
Perencanaan
tata ruang perkotaan berbeda dengan perencanaan tata ruang wilayah karena
intensitas kegiatan di perkotaan jauh lebih tinggi dan lebih cepat berubah
dibanding dengan intensitas pada wilayah di luar perkotaan. Hal ini membuat
perencanaan penggunaan lahan di perkotaan harus lebig rinci dan harus
diantisipasi jauh ke depan. Ada empat tingkatan Rencana Ruang Kota, yaitu
sebagai berikut :
1.
Rencana
Umum Tata Ruang Perkotaan
Menggambarkan posisi kota yang direncanakan terhadap kota
lain secara nasional dan hubungannya dengan wilayah belakangnya.
2.
Rencana
Umum Tata Ruang Kota
Menggambarkan
pemanfaatan ruang kota secara keseluruhan
3.
Rencana
Detail Tata Ruang Kota
Menggambarkan
pemanfaatan ruang kota secara lebih rinci
4.
Rencana
Teknik Ruang Kota
Menggambarkan rencana geometri pemanfaatan ruang kota
sehingga sudah bisa menjadi pedoman dalam penentuan sait pembangunan/konstruksi
di kota.
Sesuai
dengan Keputusan Menteri PU No. 640/KPTS/1986 BAB III, RUTRK setidak-tidaknya
harus berisikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Kebijaksanaan
Pengembangan Penduduk Kota
Kebijaksanaan
pegembangan penduduk berkaitan dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
pada setiap wilayah bagian kota. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah adalah
adanya peruamahan kumuh di tengah kota dengan kepadatannya yang sangat tinggi.
Wilayah kumuh dapat mengganggu keasrian kota dan menyebabkan lingkungan tidak
sehat.
2.
Rencana
Struktur/Pemanfaatan Ruang Kota
Rencana
struktur/pemanfataan ruang kota adalah perencanaan bentuk kota dan penentuan
berbagai kawasan di dalam kota serta hubungan hierarki antara berbagai kawasan
tersebut. Dalam rencana struktur ruang kota kota setidaknya harus ditetapkan
kawasan dari berbagai kegiatan utama, seperti perdagangan, industri,
perkantoran/jasa, fasilitas sosial, terminal dan perumahan.
3.
Rencana
Struktur Pelayanan Kegiatan Kota
Berbagai
fasilitas yang perlu direncanakan penjenjangannya disertai lokasinya, misalnya
menyangkut pendidikan, kesehatan, pasar, terminal, kantor pos, perbankan dan
jasa. Misalnya dalam fasilitas pendidikan terdapat jenjang seperti TK, SD, SMP,
SMA, Akademi dan Perguruan Tinggi. Harus dicari perbandingan yang tepat tentang
jumlah fasilitas antara berbagai jenjang pendidikan dan wilayah pengaruh dari
setiap fasilitas.
4.
Rencana
Sistem Transportasi
Rencana
sistem transportasi menyangkut rencana sistem pergerakan dan prasarana
penunjang untuk berbagai jenis angkutan yang terdapat di kota, seperti angkutan
jalan raya, angkutan kereta api, angkutan laut, angkutan sungai, danau,
penyebrangan, serta angkutan udara.
5.
Rencana
Sistem Jaringan Utilitas
Yang
tercakup dalam perencanaan ini adalah sumber beserta jaringannya untuk air
minum, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, saluran pembuangan air
hujan, saluran pembuangan air limbah rumah tangga dan sistem pembuangan sampah.
6.
Rencana
Kepadatan Bangunan
Menggambarkan
persentase lahan yang tertutup bangunan pada suatu lingkungan/bagian kota.
Biasanya semakin jauh dari pusat kota, kepadatan bangunan dibuat makin rendah
terutama di bagian makin rendah terutama dibagian hulu menurut alur air/sungai.
7.
Rencana
Ketinggian Bangunan
Ketinggian
bangunan perlu diatur karena menyangkut keindahan dan kenyamanan kota.
Ketinggian bangunan yang seragam pada suatu lingkungan akan mempengaruhi
keindahan lingkungan tersebut.
8.
Rencana
Pengembangan/Pemanfaatan Air Baku
Hal
ini karena sumber air yang tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan air di
perkotaan terus meningkat. Air tanah memang bisa menjadi sumber alternatif,
tetapi pemanfaatannya terbatas.
9.
Rencana
Penanganan Lingkungan Kota
Pada
langkah ini perlu dibuat rencana yang lebih rinci dan ditetapkan prioritas agar
pemanfaatan ruang kota itu mengarah pada penggunaan yang ditetapkan.
10.
Tahapan
Pelaksanaan Pembangunan
11.
Indikasi
Unit Pelayanan Kota
Unit
pelayanan kota adalah berbagai unit kegiatan yang melayani kepentingan umum,
baik berupa kantor pemerintahan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan,
pelayanan sosial kemasyarakatan, atau pemadam kebakaran.
F.
LANGKAH-LANGKAH DALAM PELAKSANAAN PERENCANAAN
Sama seperti dalam pelaksanaan perencanaan
pada umumnya, perencanaan pemanfaatan ruang wilayah, kegiatan dimulai dengan
pengumpulan data, baik data sekunder yang telah dimiliki oleh berbagai instansi
maupun data lapangan. Ada baiknya kegiatan dimulai dengan studi
perpustakaan dan dilanjutkan dengan pengumpulan data sekunder yang
menganalisisnya. Hal ini untuk lebih memberikan gambaran tentang data lapangan
yang perlu dikumpulkan. Data yang diperoleh baik data sekunder maupun data
lapangan diolah dalam bentuk tabel dan peta. Masing-masing veriabel perlu
diketahui tidak hanya besarannya tetapi juga lokasinya. Yang diperoleh adalah
data kondisi saat ini. Kemudian dilakukan proyeksi ke depan atas berbagai
parameter yang turut mempengaruhi rencana. Atas dasar hasil proyeksi maka
ditetapkan sasaran yang ingin dicapai pada kurun wajtu tertentu di masa datang,
misalnya 5 tahun, 10 tahun dan 20 tahun ke depan. Kemudian ditetapkan
langkah-langkah agar sasaran tersebut dapat dicapai. Langkah-langkah tersebut
dapat berupa program dan proyek pada masing-masing lokasi disertai dengan perkiraan besarnya dana yang dibutuhkan dan
darimana sumber dananya. Program dituangkan dalam rencana lima tahunan dan
untuk lima tahu pertama dilengkapi
dengan program tahunan.
Perlu dicatat bahwa dalam
menetapkan sasaran, sering terjadi benturan antara kondisi ideal yag diinginkan
dengan arah perkembangan kota berdasarkan mekanisme pasar. Dalam hal ini harus
dicari solusi/tarik ulur antara tercapainya kondisi yang diinginkan dengan
besarnya biaya yang harus dikorbankan.
Perencanaan pemanfaatan ruang
wilayah menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, kegiatan
perencanaan harus melibatkan banyak kalangan masyarakat. Yang jelas rencana itu
harus disetujui DPRD. Namun demikian, melibatkan DPRD saja tidak cukup. Oleh
karena itu, ada baiknya berbagai kelompok masyarakat termasuk cendekiawan
diajak ikut serta pada saat proses penyusunan. Melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat perlu untuk mengetahui berbagai keinginan yang terdapat dalam
masyarakat, baik mengenai sasaran yang ingin dicapai maupun transparansi proses
dalam penyusunan rencana tersebut. Setelah dijadikan peraturan daerah (Perda),
rencana itu akan mengikat semua pihak sehingga wajar apabila
masyarakat/perwakilannya turut terlibat dalam penyusunan rencana itu. Sudah
tentu akan terdapat berbagai benturan kepentingan yang seringkali tidak mudah
untuk diselesaikan. Dengan melalui sosialisasi dan transparansi diharapkan akan
dapat dicapai kata sepakat yang memberi keuntungan optimal dan diterima oleh
seluruh masyarakat. Apabila masyarakat dapat menerima dan menyetujui rencana
tersebut, dikemudian hari mereka diharapkan mematuhi ketentuan Perda yang
dibuat berdasarkan rencana tersebut.
BAB 4
BERBAGAI TEORI LOKASI
A. Pendahuluan
Landasan dari lokasi adalah ruang.
Tanpa ruang maka tidak ada lokasi. Lokasi menggambarkan posisi pada ruang. Yang
menjadi perhatian dalam studi ruang adalah analisis atas dampak atau
keterkaitan antara kegiatan di suatu lokasi dengan berbagai kegiatan lain pada
lokasi lain.Studi tentang lokasi melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan
dengan kegiatas kegiatan lain dan apa dampaknya atas masing-masing karena
lokasi yang berdekatan/berjauhan tersebut. Pemilihan lokasi untuk setiap bentuk
kegiatan dalam proses produksi sangat menentukan efektifitas dan efesiensi
keberlangsungan kegiatan tersebut
Teori lokasi meruapakan ilmu yang
menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi
geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau
pengaruhnya terhadap berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun
sosial. Teori lokasi seringkali dikatakan sebagai pondasi dan bagian yang tidak
terpisahkan dalam analisa ekonomi regional. Kondisis setiap daerah berbeda,
dampaknya menjadi lebih mudah dianalisis karena telah mengetahui tingkah laku
manusia dalam kondisi potensi ruang adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah
jarak. Jarak menciptakan gangguan karena dibutuhkan waktu dan tenaga, biaya
untuk mencapai lokasi yang satu ke lokasi yang lain. Jarak juga menciptakan
gangguan informasi sehingga makin jauh dari suatu lokasi makin kurang diketahui
potens/karakter yang terdapat pada lokasi tersebut. Terkait dengan teori
lokasi, faktor yang menuntukan suatu lokasi menarik dikunjungi atau tidak
adalah tingkat aksesibilitas. Yang dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana
perhubungan serta tingkat keamanan dan kenyamanan untuk melalui jalur itu.
B. SISTEM
K = 3 DARI CHRISTALLER
Dalam
bukunya yang menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan
distribusinya di dalam suatu wilayah. Christaller mengembangkan model untuk
suatu wilayah dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Wilayahnya adalah dataran tanpa
roman, semua datar dan sama Gerakan dapt dilaksanakan ke segala arah Penduduk
memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah Konsumen
bertindak rasional sesuai prinsip minimasi biaya dan jarak.
Asumsi yang sama dari Lloyd melihat bahwa jangkauan
pasar dari setiap komoditas ada batasnya yang disebut sebagai range. Batas
minimal dari luasnya pasar agar produsen mampu bertahan. Luas pasar minimal
disebut sebagai threshold.
Dari
sisi produsen, apabila tidak ada produsen yang lain, produsen akan mendapatkan
seluruh pasar sesuai dengan rangenya. Dan kemungkinan ada produen di tempat
lain sehingga perlu ditanyakan berpa luas pasar minimal sehingga produsen tetap
berproduksi dan tidak mengalami kerugian. Luas pemasaran minimal sangat
tergantung pada tingkat kepadatan penduduk. Makin tinggi kepadatan penduduk
makin kecil wilayah pemasaran. Asumsi disini adalah tidak boleh ada produse
untuk komoditas yang sama dalam ruang trehshold tersebut.
C.
TERJADINYA KONSENTRASI PRODUSEN/PRODUSEN DARI BERBAGAI JENIS BARANG
Produsen berbagai jenis barang
untuk orde yang sama cenderung berlokasi pada titik sentral di wilayahnya yang
mendorong terciptanya kota. Apanila jenis barang tersedia bertambah banyak maka
rangenya bertambah luas. Asumsi bahwa barang apapun yang diproduksi apabila
produsen hanya menghasilkan satu jenis barang, biaya tetap dan biaya
variabelnya adalah sama, maka threshold dari komoditas itu tidak berubah. Akan
tetapi jika produsen menjual dua jenis barang misalnya 50 per satuan barang
sehingga penduduk membutuhkan dua jenis barang tersebut. Produsen bisa tetap
bertahan jika apabila ada yang membeli 50 satuan barang, sehingga ia
memperkecil threshold (luas pasar minimal) dari usahanya. Atas dasar jumlah
pembeli, hal itu mengurangi threshold menjadi separuhnya, tetapi threshold berkurang tidak sebanyak itu karena setiap
pertambahan radius dalam ruang, penghuninya bertambah secara ekspoenensial
(asumsi penduduk menyebar secara merata). Maka jika produsen menambah jenis
barang, ia akan memperkeci threshold, akan tetapi berlaku sampai batas tertentu
yaitu biaya tetapnya tidak meningkat, belum perlu melakukan investasi tanbahan,
dan tidak ada faktor pembatas lainnya
dalam berproduksi. Hal inilah yang menjelaskan mengapa di kota terdapat banyak
pedagang yang menjual barang dari berbagai jenis dan memilih berlokasi
berdekatan pasar dan bukan menyebar.
G. MODEL VON THUNEN
Johann
Heinrich Von Thunen seorang ekonom dan tuan di Jerman menulis buku berjudul Der
Isoliers Staat in Beziehung auf Land Wierschft pada tahun 1826.Ia mengupa
tentang perbedaaan kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa tanah
(pertimbangan ekonomi). Dalam modelnya tersebut,Von Thunen membuat asumsi
sebagai berikut:
1. Wilayah
analisis bersifat terisolir (isolated state) sehingga tidak terdapat pengaruh pasar dari kota lain
2. Tipe
pemukiman adalah padat dipusat wilayah (pusat pasar) dan makin kurang padat
apabila menjauh dari pusat wilayah.
3. Seluruh
wilayah model memiliki iklim,tanah,dan topografi yang seragam.
4. Fasilitas
pengangkutan adalah primitif (sesuai
pada zamannya) dan relatif seragam . Ongkos ditentukan oleh berat barang
yang dibawa.
5. Kecuali
perbedaan jarak ke pasar,semua faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan
tanah adalah seragam dan konstan.
Berdasarkan perbandingan (selisih) antara
harga jual dengan biaya produksi, masing-masing Jenis produksi memiliki
kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa tanah. Makin tinggi kemampuannya
untuk memnbayar sewa tanah ,makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi
dekat pusat pasar . Ada kurva yang
menurun tajam,agak tajam,agak landai dan landai . Konsep Von Thunen bahwa sewa
tanah sangat mempengaruhi jenis kegiatan yang mengambil tempat pada lokasi
tertentu maish tetap berlaku dan hal ini mendorong terjadinya konsentrasi
kegiatan tertentu pada lokasi tertentu.
Perkembangan dari teori Von Thunen
selain harga tanah yang tinggi dipusat kota dan makin menurun bila makin
menjauh dari puat kota,juga adalah harga tanah tinggi pada jalan-jalan utama
(akses ke luar kota) dan makin rendah bila menjauhdari jalan utama. Untuk lahan
pertanian perlu diingat teori Ricardo yang mengatakan bahwa sewa tanah terkait
dengan tingkat kesuburan tanah. Namun pandangan
Ricardo ini pun tetap terkait
kepada jarak/akses lahan pertanian itu terhadap pusat kota (wilayah
pemasarannya).
H. TEORI
LOKASI BIAYA MINIMUM WEBER
Alferd
Weber seorang ahli ekonomi Jerman menulis buku berjudul uber den standort der industrien pada tahun 1909. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa
inggris pada tahun 1929 oleh C.J. Friedrich dengan judul Alferd Weber’s Theory of Location of Industries. Weber mendasarkan teorinya
bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya.
Dalam perumusan modelnya, Weber bertitik tolak pada
asumsi bahwa:
1. Unit
telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi,iklim yang homogen,konsumen
terkonsentrasi pada beberapa pusat,dan kondisi pasar adalah persaingan
sempurna.
2. Beberapa
sumber daya alam seperti air,pasir dan batu bata tersedia dimana-mana (ubiquitous) dalam jumlah yang memadai.
3. Material
lainnya seperti bahan bakar dan dan tambang tersedia secara sporadis dan hanya
terjangkau pada beberapa tempat terbatas.
4. Tenaga
kerja tidak ubiquitous (tidak
tersebar secara merata ) tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan
mobilitas yang terbatas.
Berdasarkan asumsi itu,ada tiga
faktor yang mempengaruhi lokasi industri,yaitu biaya transportasi,upah tenaga
kerja,dan dampak aglomerasi atau deaglomerasi.
Menurut Weber,biaya transportasi
merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi sedangkan kedua faktor lainnya
merupakan faktor yang dapat memodifikasi lokasi. Berat lokasional adalah berat
total semua barang berupa input yang
harus diangkut ketempat produksi untuk menghasilkan satu satuan output ditambah berat output yang akan dibawa kepasar. Berat
total itu terdiri dari satuan produk akir ditambah semua berat input yang harus diangkut ke lokasi
pabrik seperti bahan mentah,bahan setengah jadi,bahan penolong,dan lain-lain
yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output . Ada kemungkinan sumber berbagai bahan baku dan pasar
berada pada arah yang berbeda. Dalam hal ini,lokasi biaya transportasi termurah
adalah pada pertemuan dari berbagai arah tersebut.
Untuk
menunjukkan apakah lokasi optimum teresebut lebih dekat ke lokasi bahan baku
atau asar, Weber merumuskan indeks material (IM) sebagai berikut
Apabila IM > 1, perusahaan akan berlokasi dekat
bahan baku dan apabila IM < 1, perusahaan akan berlokasi dekat pasar.
|
|
Aglomerasi akan terjadi pada titik
A karena lokasi itu lebih efisien dibanding dengan titik T masing-masing. Akan
tetapi, bilas isodapan kritis masing-masing intustri tidak terpotong maka
aglomerasi tidak akan terjadi. Umumnya yang terjadi adalah industir baru
memilih berlokasi dekat dengan industri yang sudah ada atau memilih berlokasi
pada titik T –nya. Richardson
mengatakan, jarak maksimum yang dapat dijangkau oleh kekuatan aglomerasi itu
dinamakan D, maka Q
dan q adalah berat lokasional dari masing-masing perusahaan besar dan
perusahaan kecil. L adalah berat lokasional , dq= jarak q dan Q, dan t= tarif
angkutan.
Manfaat aglomerasi yang diperoleh
antara lain adalah pada lokasi tersebut biasanya sudah terdapat tenaga kerja
terampil dan murah serta fasilitas pendukung yang lebih baik dan lebih ,urah
seperti perbengkelan, fasilitas penyediaan air bersih, perumahan, pasar, dan
lainnya. Sedangkan faktor deaglomerasi, antara lain kenaikan harga tanah dan
kenaikan biaya-biaya lainnya serta kesesakan lokasi yang menyebabkan perusahaan
akan memancar.
I. TEORI
LOKASI PENDEKATAN PASAR LOSCH
August Losch menerbitkan sebuah
buku dalam bahasa Jerman pada tahun 1939.
Bukunya kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1954
dengan judul The Economics of Location. Apabila
Weber melihat persoalan dari sisi produksi, Losch melihat persoalan dari sisi
permintaan (pasar). Weber membuat asumsi bahwa semua barang yang diproduksi
akan laku terjual. Sedangkan Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat
berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya.
Atas pandangan diatas Losch
cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada dipasar. Terhadap pandangan Losch ini perlu
dicatata bahwa saat ini banyak pemerintah kota yang melarang industry berada di
dalam kota. Dengan demikian, lokasi
produksi harus berada di pinggir kota atau bahkan di luar kota tetapi dengan membuka
kantor pemasaran di dalam kota. Artinya, indusrti itu walupun berada di luar
kota tetap merupakan bagian dari kegiatan kota dalam arti kata memanfaatkan range atau wilayah pengaruh dari kota
tersebut.
J. TEORI LOKASI MEMAKSIMUMKAN LABA
Dalam
teori Weber melihat sisi produksi sedangkan teori Losch hanya melihat sisi
permintaan. Kedua teori ini hanya melihat dari satu sisi. Sisi produksi hanya melihat lokasi yang
memberikan ongkos terkecil sedangakn sisi permintaan melihat pada penjualan
maksimal yang dapat diperoleh. Kedua pandangan itu perlu digabung, yaitu dengan
mencari lokasi yang memberikan keuntungan maksimal setelah memperhatikan lokasi
yang menghasilkan ongkos terkecil dan lokasi yang memberikan penerimaan
terbesar. Permasalahan ini diselesaikan oleh D.M. Smith (dikutip dari Glasson,
1974) dengan mengintrodusir konsep average
cost (biaya rata-rata) dan average
revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama
maka dapat dibuat kurva average cost
(per unit produksi) yang bervariasa dengan lokasi. Di lain sisi dapat pula
dibuat kurva average revenue yang
terkait dengan lokasi. Kemudian kedua kurva itu digabung dan di mana terdapat
selisih average revenue dikurangi average cost adalah tertinggi, itulah
lokasi yang memberikan keuntungan maksimal.
McGrone (1969) berpendapat bahwa
teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan sulit ditangani dalam
keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis dinamik. Menurut Isard
(1956), masalah lokasi merupakan penyeimbangan anatar biaya dengan pendapatan
yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Keuntungan relative dari lokasi bias saja
sangat dipengaruhi pada tiap waktu oleh faktor dasar; (a) biaya input atau
bahan baku; (b) biaya transportasi dan ; (c) keuntungan aglomerasi. Di antara
berbagai biaya tersebut, jarak dan aksebilitas tampaknya merupakan pilihan
terpenting dalam konteks tata ruang.
Jadi, Isard menekankan pada faktor-faktor jarak, aksebilitas dan
keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan
lokasi. Richardson (1969) mengemukakan
bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk berlokasi pada pusat
kegiatan sebagai usaha mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil
guna meminimumkan risiko. Richardson lebih
lanjut mengemukakan bahwa pemahaman tentang perkembangan kota dan wilayah tidak
dapat diperoleh tanpa apresiasi penuh dari kekuatan aglomerasi yang terjadi,
karena kekuatan ini bagaimanapun juga menghasilkan konsentrasi industry dan
aktivitas lainnya. Klaassen (1972) menekankan peranan preferensi lokasi seperti
peranan amenitas dalam menarik industri-industri saling mendekatkan di mana
lokasi perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan penyediaan input dan besarnya pasar yang
dihadapi. Ia menyatakan bahwa semakin
besar suatu kota, tidak hanya penyediaan
input yang semakin besar melainkan juga daerah pasarnya pun lebih besar.
Dari berbagai pandangan yang
dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecuali untuk kegiatan yang
memang harus berada pada lokasi bahan baku (seperti pertambangan dan pertanian)
maka kegiatan industry sebaiknya memperhatikan lokasi yang dekat dengan pasar,
namum akses untuk mendapatkan bahan baku juga cukup lancar.
K. MODEL GRAVITASI
UNTUK MENAKSIR KECENDERUNGAN LOKASI
Ada
kegiatan yang harus berada disuatu lokasi tanpa ada pilihan lain, misalnya
apabila kegiatan itu terkait dengan potensi alam seprti pertambangan, daerah
pariwisata, olahraga ski, pengelolaan hutan, perkebunan tembakau, pelabuhan ,
dll. Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat
besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Daya
tarik ini kemudian mendorong berbagai kegiatan lain untuk berlokasi di dekat
kegiatan yang telah ada terlebih dahulu. Model ini sering digunakan untuk
melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi
tersebut. Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk
melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat
yang benar.
Jarak
mempengaruhi keinginan orang untuk bepergian karena untuk menempuh jarak
tersebut diperlukan waktu, tenaga, dan biaya. Makin jauh jarak yang memisahkan
kedua lokasi makin rendah keinginan orang untuk bepergian.

Keterangan
:
Tij
= Jumlah trip antar kota i dan kota j
Pi
= Penduduk kota i
Pj
= Penduduk kota j
Dij
= Jarak antara i dan j
b = Pangkat dari dij menggambarkan cepatnya
jumlah trip menurun seiring dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung
tetapi apabila tidak maka yang sering digunakan b = 2
k= Sebuah bilangan konstanta berdasarkan pengalaman, juga
dapat dihitung seperti b
L. TEORI PEMILIHAN
LOKASI SECARA KOMPREHENSIF
Tidak
ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan dimana lokasi suatu kegiatan
produksi itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi suatu industri secara
komprehensif, diperlukan gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin. Dalam
era globalisasi saat ini, bagi para pengusaha bertaraf internasional, pemilihan
lokasi sekaligus berarti pertama-tama memilih di negara mana lokasi usahaa
tersebut yang paling menguntungkan. Faktor yang dipertimbangkan, antara lain
adalah ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas
penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesbilitas dari tempat produksi ke
wilayah pemasaran yang dituju (ke luar negeri).
Pada
tingkat pemilihan site, penetapan lokasi industri terkait dengan dua sudut
pandang, yaitu sudut pandang pengusaha, dan sudut pandang pemerintah. Pengusaha
melihat lokasi dari sudut keuntungan maksimum jangka panjang yang dapat diraih.
Dari sudut kacamata perusahaan, perusahaan harus menentapkan lokasi industrinya
melalui berbagai pertimbangan. Apabila hendak membangun atau mengembangkan
sebuah usaha baru pada lokasi tertentu, pengusaha harus melakukan apa yang
dinamakan studi kelayakan finasial. Diantara lokasi yang memungkinkan, harus
dipilih yang paling efisien bagi perusahaan.
v KELEBIHAN BUKU
Pada dasarnya buku ini sudah baik. Keterangan-keterangan
yang dijelaskan disertai dengan data-data yang dapat membantu pemahaman pembaca
yang ingin mengetahui informasi secara lengkap. Buku ini dapat di gunakan sebagai
sumber referensi oleh pemula yang ingin mempelajari bagaimana perencanaan
pembangunan suatu wilayah.
v KELEMAHAN BUKU
Ada beberapa kekurangan
yang pembaca temukan di beberapa bagian tulisan buku ini.
1.
Bahasa yang digunakan sulit untuk
pembaca pahami
2.
Ada beberapa bahasa yang mengganjal/
kurang tepat sehingga menimbukan arti yang kurang di mengerti.
3.
Penjelasan di buku ini masih kurang
lengkap atau kurang mendalam sehingga informasi yang didapat juga kuran sesuai
dengan yang dibutuhkan pembaca.
4.
Penulisan di buku ini masih monoton
dengan kata-kata atau tidak disertai dengan gambar yang dapat menarik minat
pembaca untuk melihatnya.
Komentar
Posting Komentar